Tak Ada FPI, HRS atau Ahok di Film The Power of Love

Saya barusan habis nonton film 212, tepatnya The Power of Love, di Grand Indonesia, lantas ketemua produser, sutradara, pemain.
Filmnya beda dari yg saya bayangkan. Tak ada FPI, HRS, atau Ahok. Film ini memang bercerita ttg aksi 212, tp itu hanya sbg latar belakang. Cerita sebenarnya bertumpu pd masalah seorang anak kyai asal Ciamis, yg jadi wartawan dg tulisan2 model Ade Armando yg tdk berpihak ke Islam. Dia pulang ke Ciamis ketika ibunya wafat, stlh si anak 10 tahun tak pernah pulang kampung. Di sinilah kisah jadi seru, ketika dia ketemu ayah, yg merasa anaknya sdh jadi orang lain. Si ayah yg kyai sdg menyiapkan keberangkatan tim utk ikut Aksi 212. Si anak terpaksa mendampingi si ayah yg sakit2an, tp juga selalu cekcok di jalan menuju arena Aksi 212 di Monas. Cerita pun berlanjut ke aksi 212, terutama fokus pd aspek Islam sbg agama penggalang persatuan, cinta damai, dan penyatu keragaman. Di tengah itu pula, bersemi kisah cinta si anak dg gadis asal kampungnya. Pokoknya, ini film ttg _mahabbah syi'aruna_ , juga ttg persatuan, film yg PUI banget. Sangat layak ditonton semua anggota keluarga.
[5/15, 9:05 PM] Ahmadie Thaha: Filmnya sdh ditonton lbh 300.000 orang. Itu pun hanya tayang di sktr 150 layar -- bandingkan dg Avenger yg tayang di 1.200 layar. Untungkah? Jika harga karcis rata2 Rp 30.000,- berarti sdh terkumpul Rp 9 M. Sy tanya ke Helvi sbg produser, modal film hanya Rp 3,3 M, separuh dari biasanya.
Share: