Level up your AI Images

🔖Use elements to add detail to your prompt

👉Here's the Top 20 elements
👉with 5 examples for each element)

Style:
Landscape
Portrait
Street
Fashion
Wildlife

Subject:
People
Animals
Nature
Architecture
Objects

Features:
Composition
Lighting
Color
Texture
Patterns

Mood:
Happy
Sad
Nostalgic
Mysterious
Serene

Perspective:
Bird's-eye
Worm's-eye
Eye-level
Dutch angle
Over-the-shoulder

Technique:
Long exposure
HDR
Focus stacking
Panning
Double exposure

Lighting:
Natural
Artificial
Soft
Hard
Backlit

Post-processing:
Color balance
Contrast
Sharpening
Noise reduction
Cropping

Format:
Digital
Film
Medium format
Large format
Polaroid

Depth of Field:
Shallow
Deep
Selective focus
Bokeh
Hyperfocal distance

Focal Length:
Wide-angle
Standard
Telephoto
Ultra-wide
Super-telephoto

Time of Day:
Golden hour
Blue hour
Sunrise
Sunset
Night

Motion:
Freeze
Blur
Panning
Long exposure
Stop-motion

Location:
Urban
Rural
Natural
Industrial
Aerial

Genre:
Documentary
Abstract
Surreal
Conceptual
Experimental

Camera Settings:
Aperture
Shutter speed
ISO
White balance
Metering mode

Framing:
Rule of thirds
Symmetry
Leading lines
Negative space
Frame within a frame

Color Scheme:
Monochromatic
Complementary
Analogous
Triadic
Split-complementary

Material/Texture:
Rough
Smooth
Shiny
Matte
Transparent

Theme:
Love
Adventure
Solitude
Conflict
Celebration

#AIart #AI #midjourney #midjourneyart #aiartcommunity

Share:

Anies Baswedan Soal Teori Jejaring Ketergantungan Sejarah Ibnu Khaldun

Ahmadie Thaha
Anggota Majelis Syura PUI, Pengasuh Pesantren Tadabbur al-Qur'an

Dalam ceramah subuhnya selama 14 menit di Masjid Jogokariyan, Jumat 24 Maret 2023, Anies Baswedan banyak menyinggung soal sejarah. Ini bermula dari catatan yang dibuatnya atas penjelasan Ustadz Muhammad Jazir ASP, di kantor Masjid sebelum acara dimulai. Ustadz Jazir, Ketua DKM Masjid Jogokarian, ini bercerita soal Taman Yuwono, yang menjadi tempat perumahan para pejuang kemerdekaan.

Di antara pejuang yang tinggal di sana, salah satunya kakek pak Anies, Abdurrahman Baswedan alias AR Baswedan, tokoh yang berjuang sejak sebelum kemerdekaan hingga pasca Indonesia merdeka. "Ini menjadi hikmah bagi kita semua bahwa apa pun yang kita kerjakan hari ini bisa berdampak lintas waktu," kata Pak Anies. Kehadirannya diharapkan dapat merajut ikatan persaudaraan yang tersambungkan lintas generasi.

Dalam hal ini, Anies Baswedan mengutip pendapat Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan sosilog Islam terkemuka. Dalam buku karyanya yang monumental, Muqaddimah, Ibnu Khaldun pertama kali mengajarkan kepada kita pendekatan yang namanya jejaring ketergantungan dalam sebuah perjalanan sejarah. Peristiwa satu melibatkan peristiwa berikutnya. Peristiwa berikutnya melibatkan peristiwa berikutnya lagi.

"Jadi kalau diruntut kenapa Soekarno dan kawan-kawan terdidik, itu karena adanya politik etis. Kenapa ada politik etis, itu karena ada tanam paksa. Kenapa ada tanam paksa, itu karena negara Hindia Belanda bangkrut akibat Perang Diponegoro," jelas Anies. Menurut dia, Perang Diponegoro menjadi awalan yang luar biasa, "dan cerita ini menurut saya penting."

Dia menyebut, kita di Indonesia ini suka menyimpan banyak foto. Tapi di rumah saya, katanya, hanya satu lukisan yang saya pasang di dinding: lukisan Pangeran Diponegoro. Itu karena beliau yang dari Jogja ini menjadi penggerak inspirasi yang kita rasakan dampaknya sampai sekarang. Anies berharap, mudah-mudahan makin banyak yang nanti membaca dan memahami sejarah, serta insya Allah bisa meneruskan perjuangan lintas waktu para pelaku sejarah sampai dengan sekarang ini.

Saya pernah memberikan buku Muqaddimah, terjemahan saya edisi lama, ke pak Anies Baswedan waktu dia hadir di Masjid al-Inabah, depan rumah saya di Pancoran. Betul, di dalamnya dibahas teori kesaling-tergantungan sejarah.

Soal teori Ibnu Khaldun tentang kesaling-tergantungan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya dalam peristiwa sejarah, itu diistilahkan oleh Ensiklopedi Britannica sebagai "link binding". Ibnu Khaldun sendiri memberinya istilah tasalsul nasshi (تسلسل نصي, urutan tekstual). Saya kira, mungkin pas jika disebut tasalsul tarikhi, urutan historis (تسلسل تاريخي).

Menggunakan metode urutan logis (تسلسل منطقي), Ibnu Khaldun mengatakan bahwa sejarah mencakup urutan tekstual (تسلسلا نصيا) antara peristiwa yang belakangan dan yang terdahulu. Dia mulai dengan berbicara tentang kondisi yang membentuk peristiwa sejarah, kemudian dia membuat daftar peristiwanya, dan inilah yang mendorongnya untuk mengangkat masalah sejarah sejak awal. Ini bertindak sebagai kriteria untuk mengevaluasi berita sejarah.

Ibnu Khaldun memiliki wawasan yang mendalam tentang fenomena sosial, pemahaman yang kuat tentang hubungan yang mengikat peristiwa-peristiwa yang tak terhitung jumlahnya dan tampaknya tidak terkait yang membentuk proses perubahan sejarah dan sosial.

Itu filosofi dasarnya tentang sejarah. Jelas, bagi Ibn Khaldun, sejarah adalah siklus perkembangan dan pembusukan tanpa akhir, tanpa evolusi atau kemajuan kecuali dari masyarakat primitif ke masyarakat beradab.
Share:

Jumat Agung Isa Almasih

Oleh Ahmadie Thaha
Anggota Majelis Syura PUI, Pengasuh Pesantren Tadabbur al-Qur'an

Hari ini, Jumat 7 April 2023, umat Kristiani merayakan Jumat Agung yang merupakan peringatan atas wafatnya Isa Almasih. Bagi mereka, Isa disalib dan wafat di Golgotta. Dalam doktrin Nasrani, para pemeluknya diwajibkan meyakini bahwa Isa Almasih meninggal dunia dengan disalib. Penyaliban ini sangat penting bagi mereka karena berkaitan langsung dengan doktrin pengampunan dosa asal yang secara turun-temurun diwariskan oleh Nabi Adam a.s dan Hawa kepada semua manusia akibat memakan buah khuldi di surga. Dosa asal tersebut kemudian ditebus oleh Isa dengan penyaliban dirinya di kayu salib hingga wafat.

Itulah mengapa, wafatnya Isa Almasih melalui penyaliban yang terjadi pada hari Jumat, sehingga disebut Jumat Agung, begitu diagungkan dan disakralkan oleh umat Kristiani. Wafatnya Isa Almasih merupakan dogma yang harus diyakini oleh para pemeluk Nasrani sebagaimana mereka harus meyakini bahwa setelah wafat kemudian Isa hidup kembali pada hari ketiga, tepatnya pada hari Minggu, yang kemudian dikenal dengan Minggu Paskah atau Hari Kebangkitan Isa Almasih.  

Namun, bagi banyak sarjana Muslim, Isa Almasih a.s yang diimani sebagai salah seorang nabi dan ditunjuk oleh Allah SWT sebagai rasul-Nya, tidaklah dibunuh dan tidak wafat disalib, meski tentu ada perbedaan pendapat soal ini. Soal penyaliban Nabi Isa disebutkan dalam al-Qur'an, ayat 157 surah an-Nisa': "Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, 'Sesungguhnya kami telah membunuh Almasih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,' padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa."

Terdapat perbedaan penafsiran di kalangan ulama atas ayat di atas. Misalnya, antara Maulana Muhammad Ali dan Ibnu Katsir, dua ahli tafsir beda generasi. Maulana Muhammad Ali, yang menerjemahkan dan menafsir al-Qur'an dengan pendekatan rasional, mengatakan bahwa Nabi Isa benar-benar disalib namun tidak sampai mati, karena proses penyalibanya begitu cepat sehingga tidak sampai membuat beliau wafat. Adapun adanya riwayat Nabi Isa diserupakan dengan orang lain, katanya, ini tidak bisa diterima oleh akal.

Terkait kematian Nabi Isa, dia menyatakan Nabi Isa wafat secara wajar, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Adanya pendapat yang menyatakan Nabi Isa masih hidup dan berada di langit, menurut dia, diingkari oleh akal. Demikian pula dengan adanya riwayat mutawatir tentang kedatangan Nabi Isa di akhir zaman, dia meyakini riwayat tersebut akan tetapi mentakwilkannya dengan anggapan bahwa yang datang di akhir zaman adalah seseorang yang memiliki sifat-sifat seperti Nabi Isa.

Pendapat Maulana Muhammad Ali, tokoh Ahmadiyah Lahore, tentang telah wafatnya Nabi Isa dan yang datang di akhir zaman bukanlah Nabi Isa yang asli, senada dengan pendapat Buya Hamka, Rasyid Ridha, Mushthafa Abdurrahman Mahmud, dan Mahmud Syaltut. Sedangkan yang sependapat dengan Maulana Muhammad Ali tentang pembenaran penyaliban atas Nabi Isa adalah Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad.

Sementara Ibnu Katsir, ahli tafsir bil ma'tsur ini berpendapat Nabi Isa tidak disalib, karena lebih dulu diangkat oleh Allah ke langit. Terkait kewafatan Nabi Isa, dia menyatakan Nabi Isa belum wafat sampai saatnya nanti akan didatangkan kembali di akhir zaman sebagai bukti dekatnya hari kiamat. Pandangan Ibnu Katsir tentang tidak disalibnya Nabi Isa ini sejalan dengan mayoritas mufasir, di antaranya Ibnu Abbas, Imam Thabari, Zamakhsyari, Baidhowi, Imam Tanthowi, Ibnu Taimiyah, Imam Suyuthi, al-Wahidi dan yang lainya.

Adapaun pendapat Ibnu Katsir tentang masih hidupnya Nabi Isa dan kedatanganya di akhir zaman dengan jasad dan rohnya yang asli, sejalan dengan pendapat Ibnu Abbas, Imam Thabari, Zamakhsyari, Baidhawi, Imam Tanthawi, Ibnu Taimiyah, Imam Suyuthi, dan Wahidi.

Meski ajaran dan pandangan mengenai Isa Almasih berbeda antara agama Kristen dan Islam, namun ada beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik dari kisah Rasul Isa Almasih a.s yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi umat Islam. Beberapa pelajaran tersebut antara lain:

1. Keimanan pada Allah SWT
Nabi dan Rasul Isa mengajarkan keimanan kepada Allah SWT dan menyeru manusia untuk menyembah Allah SWT dengan tulus dan ikhlas. Pelajaran ini mengajarkan umat Islam untuk selalu memperkuat iman kepada Allah SWT dan menghadapinya dengan tulus dan ikhlas.

2. Ketaatan pada kehendak Allah SWT
Rasul Isa menunjukkan ketaatan pada kehendak Allah SWT ketika ia menerima takdir yang telah ditetapkan untuknya, yaitu menderita hingga wafat. Hal ini mengajarkan umat Islam untuk selalu berserah diri dan taat pada kehendak Allah SWT meskipun harus menghadapi cobaan yang berat dalam hidup.

3. Kesabaran dalam menghadapi cobaan
Rasul Isa mengalami cobaan dan penderitaan yang sangat berat sepanjang hidupnya. Namun, ia tetap sabar dan tawakal kepada Allah SWT. Hal ini mengajarkan umat Islam untuk selalu sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian yang dihadapi dalam hidup.

4. Memaafkan dan berbuat baik kepada sesama
Rasul Isa mengajarkan kasih sayang dan kebaikan kepada sesama manusia. Meskipun banyak disiksa, ia tetap memaafkan para pelakunya. Pelajaran ini mengajarkan umat Islam untuk selalu memaafkan dan berbuat baik kepada sesama manusia, bahkan kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita.

Hari ini, meskipun peringatan Jumat Agung dirayakan oleh umat Kristen, namun pelajaran-pelajaran yang terkandung dari kisah perjalanan hidup Nabi Isa Almasih a.s dapat menjadi pelajaran bagi seluruh umat manusia, termasuk umat Islam. Mari kita merenungkan pelajaran tersebut, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat menjadi manusia yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah SWT.

Share:

Cita Fusi PUI, Islam Raya

Oleh Ahmadie Thaha
Pesantren Tadabbur al-Qur'an

Hari ini, 71 tahun silam, di tengah pertikaian dan perbedaan politik dan keagamaan yang begitu tajam di tengah masyarakat, ormas Islam besar justeru mewujudkan persatuan. Para tokoh dua ormas besar Perikatan Oemmat Islam (POI) yang berbasis di Majalengka dan ormas Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) yang berbasis di Sukabumi, melakukan peleburan alias fusi kedua organisasi pada 5 April 1952 di Bogor, Jawa Barat. Mereka pun menyepakati nama baru ormas mereka menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI). Perikatan Oemmat Islam sendiri memperoleh status hukumnya dari Pemerintah Hindia Belanda pada 21 Desember 1917.

Peleburan kedua organisasi, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah pergerakan Islam di Indonesia, sungguh penting. Peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan di antara gerakan Islam yang ada pada masa itu, tetapi para tokohnya masih memiliki kemampuan untuk bekerjasama dan mencapai kesepakatan. Fusi ini juga menjadi tonggak penting dalam pergerakan Islam di Indonesia, karena membuka jalan bagi gerakan Islam yang lebih inklusif dan lebih komprehensif dalam memperjuangkan hak-hak kaum muslimin.

Melalui fusi tersebut, para pendiri PUI -- K.H. Abdul Halim, K.H. Ahmad Sanusi, dan Mr. R. Syamsuddin --  hendak mewujudkan cita-cita apa yang mereka sebut "Islam Raya." Istilah ini tercantum dalam empat bait terakhir Mars PUI, yang berbunyi: "... Kerahkan wahai ummat Muhammad /tenaga sebulatnya/ di dalam lapangan PUI kita/ 'tuk mencapai Islam Raya." Boleh jadi mereka terinspirasi oleh lagu kebangsaan "Indonesia Raya" karya WR Supratman. Bagi mereka, jika ada Indonesia Raya yang membentang dari Sabang sampai Merauke, mestinya juga ada Islam Raya.

Namun, apa sebetulnya yang dimaksud dengan Islam Raya yang dicita-citakan itu? Jika Indonesia Raya memiliki batasan teritorial luas dari Sabang di Aceh sampai Merauke di ujung Papua yang kaya raya, bagaimana dengan Islam Raya? Islam memang memiliki konsep "Islam sebagai rahmat bagi alam semesta," yang menunjukkan kerayaan anugerah Islam bagi seluruh makhluk di dunia. Hanya saja, jika dilihat dari konteks fusi PUI dengan jargon persatuan Islamnya, bukan Islam Rahmatan Lil 'Alamin demikian yang dimaksud dengan Islam Raya yang menjadi cita-cita PUI.

Ide awal peleburan kedua ormas menjadi PUI sudah muncul tahun 1930-an. Kita tahu, dunia Islam semakin terpuruk akibat runtuhnya Khilafah Ustmani pada 3 Maret 1924. Indonesia sendiri belum merdeka. Seperti Indonesia, banyak negara berpenduduk mayoritas muslim di Timur Tengah masih dijajah oleh bangsa Eropa. Sementara para tokoh ormas Islam tua yang berdiri sebelum kemerdekaan, seperti Persatuan Islam (Persis), Muhammadiyah, dan Nahdhatul Ulama (NU), tak jarang bertengkar hingga gontok-gontokan dalam masalah-masalah fiqih furu'iyah. Ini diperburuk oleh situasi dan kondisi politik pecah-belah yang berlanjut setelah kemerdekaan.

Kondisi tersebut menjadi bahan dan topik pembahasan sekaligus keprihatinan di kalangan tokoh PUI. Mereka melihat perpecahan dan pertikaian tadi justru akan membuat wajah Islam begitu bopeng. Di satu sisi Islam disebut sebagai rahmat, tapi di sisi lain para ulamanya terpecah-belah begitu kerasnya. Hanya karena masalah hukum boleh-tidaknya penerjemahan al-Qur'an, misalnya, KH. Ahmad Sanusi yang membuat tafsir terkenal Raudhatul Irfan dan Tamsyiyatul Muslimin sampai "diadili" oleh para penentangnya di tengah alun-alun Kota Sukabumi dengan dihadiri 20-an ribu massa.  

Mereka menghendaki terwujudnya persatuan Islam (wahdah Islamiyyah, ittihad al-Islam). Inilah istilah yang juga dipilih oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia. Sementara kaum orientalis dan kalangan Eropa lebih menggunakan istilah pan-Islamisme, sebagai ganti dari persatuan Islam. Gagasan bahwa semua muslim terikat untuk bersatu dan bertindak bersama memang disebut dalam fraseologi orientalis "pan-Islam" atau "pan-Islamisme". Kaum orientalis akademik dan kolonial mengembangkan teori konspirasi, di mana semua muslim berperilaku dan berpikir dengan cara yang sama karena komitmen mereka yang kuat terhadap Islam.

Ajaran Islam menegaskan, semua muslimin harus merupakan satu komunitas yang bersatu, yaitu ummat, yang melintasi perbedaan status, suku, dan keturunan. Namun, gagasan modern tentang dunia muslim merupakan konstruksi sosial yang muncul dalam berbagai proses penaklukan kolonial dan budaya muslim yang saling terkait oleh kekuatan Eropa dan perlawanan terhadapnya. Meskipun dianggap secara rasial lebih rendah dari orang Eropa, setelah bersatu secara geopolitik di seluruh dunia, kaum muslim dianggap dapat menjadi ancaman serius terhadap peradaban Barat.

Di zaman mesin uap, media cetak, dan telegrafi, pertemuan kolonial dan militer dengan Barat menciptakan solidaritas muslim transnasional dan mobilitas lintas batas di antara para pemikir dan aktivis pan-Islamis. Di bawah pemerintahan Abdülhamid II, Sultan Turki (1842-1918), yang berlangsung dari tahun 1876 hingga 1909, persatuan Islam atau pan-Islam menjadi ideologi kesultanan untuk melegitimasi Kesultanan Utsmaniyah sebagai kesultanan di antara kesultanan dan Sultan-Khalifah sebagai kedaulatan spiritual dari seluruh umat Islam di dunia.

Sebagai reaksi terhadap hegemoni Eropa, gerakan kebangkitan dan reformasi Muslim abad ke-19 juga mengkampanyekan gagasan identitas muslim supranasional. Sebagian besar elit muslim pun menolak atau menghindari istilah pan-Islamisme karena asalnya dari kaum orientalis dan Eropa tadi. Mereka lebih memilih istilah "persatuan Islam", yang dalam bahasa Arab disebut ittiḥād al-Islām, bahasa Turki Utsmani ittihâd-ı İslâm, dan bahasa Persia ettehād-e Eslām. Begitu pula para tokoh PUI, lebih memilih istilah persatuan Islam, bahkan itu dijadikan sebagai nama ormas mereka.

Istilah "Islam Raya", saya kira, merupakan pilihan istilah lain dari gagasan pan-Islam. Meskipun PUI sudah memiliki istilah baku "persatuan Islam," namun untuk menegaskan perlawanannya terhadap istilah pan-Islamisme dari kaum orientalis dan Eropa, PUI memilih istilah yang baru sama sekali, "Islam Raya." Inspirasinya berasal dari sejumlah negara besar di dunia yang telah menggunakan istilah "raya" sebagai tambahan di belakang nama negaranya dengan tujuan kampanye dan peneguhan sikap nasionalisme, seperti Inggris Raya, Jerman Raya, dan Indonesia Raya.

Perang Dunia Pertama menjadi latar sebenarnya dari momen pan-Islam global. Organisasi dan kongres Pan-Islamis menjamur baik di dunia Muslim maupun di pengasingan Eropa menyerukan front muslim bersatu melawan kolonialisme Barat. Ideologi utama mobilisasi dan legitimasi Perang Kemerdekaan di Anatolia — dan perjuangan pasca-Utsmaniyah lainnya — adalah nasionalisme muslim dan menghasilkan banyak solidaritas pan-Islam di seluruh dunia Muslim. Gelombang pemberontakan dan revolusi melawan pemukiman kolonial di Timur Tengah Arab dalam banyak hal disertai dengan seruan jihad, nasionalisme muslim, dan solidaritas pan-Islam.

Pemimpin utama gerakan Pan-Islam adalah tiga serangkai Jamaluddin al-Afghani (1839–1897), Muhammad 'Abduh (1849–1905) dan Sayyid Rasyid Ridha (1865–1935); yang aktif dalam upaya anti-kolonial menghadapi penjajahan Eropa atas tanah muslim. Mereka juga berusaha memperkuat persatuan Islam, yang mereka yakini sebagai kekuatan kokoh untuk memobilisasi umat Islam melawan dominasi Barat. Menyusul penaklukan Semenanjung Arab oleh Ibnu Saud, pan-Islamisme semakin menggema di dunia Islam. Pada puncak Perang Dingin tahun 1960-an dan 1970-an, Arab Saudi dan negara-negara sekutu di dunia muslim memimpin perjuangan Pan-Islamis untuk melawan penyebaran ideologi komunis dan membatasi meningkatnya pengaruh Soviet di dunia.

Akhirnya, Soviet Rusia menghadapi pan-Islamisme dengan menandatangani perjanjian dengan negara-negara Turki, Iran, dan Afghanistan yang baru didirikan. Sementara, Inggris dan Prancis membungkam pan-Islamisme dengan secara brutal menindas pemberontakan di Afrika Utara dan Timur Tengah serta memberikan kemerdekaan yang terkendali — jika bukan pemerintahan kolonial langsung — yang mengkooptasi elit dan penguasa lokal di dalam negara-bangsa yang baru dibentuk. Setelah Republik Turki menghapus Kekhalifahan Utsmaniyah pada tahun 1924, pan-Islamisme perlahan memudar dari imajinasi politik sebagai peninggalan masa lalu yang menghilang bersama Perang Dunia Pertama.

Lantas, bagaimana kelanjutan dari ide besar "Islam Raya"? Saya kira, PUI mesti merumuskan kembali gagasan tersebut untuk dapat diterapkan dalam konteks baru Indonesia dan dunia. Sebagai contoh, Necmettin Erbakan, mendiang perdana menteri Turki dan pendiri gerakan Millî Görüş, pernah membangkitkan kembali ide pan-Islam (İslam Birliği) dengan visi persatuan bertahap negara-negara muslim melalui kolaborasi ekonomi dan teknologi yang mirip dengan Uni Eropa dengan satu unit moneter (İslam Dinarı), proyek kedirgantaraan dan pertahanan bersama, pengembangan teknologi petrokimia, jaringan penerbangan sipil regional dan kesepakatan bertahap menuju nilai-nilai demokrasi.

Wallahu a'lam bis-shawab

Share:

Hidup Sehat dengan Beras Sagu

Sudah lama saya mengkonsumsi beras sagu. Namun dalam beberapa pekan ini, sy bertiga dg istri dan anak mulai mengkonsumsi beras sagu yg berbeda dari merek sebelumnya, tp msh sama2 produk hasil olahan BPPT. 

Mereknya kali ini, "Beras Sagu Mama Papua". Produk ini olahan campuran dari tepung sagu 80% dg tepung jagung 20%, dg indeks glikemik total kurang dari 30. Merek sebelum yg sy gunakan merupakan beras sagu campuran tepung sagu 70% dg tepung beras merah 30% hingga menghasilkan total indeks glikemik 35. 

Kesehatan suatu makanan ditentukan salah satunya oleh angka Indeks Glikemik ya. Makin tinggi angkanya, makin buruk utk kesehatan. Sebaiknya, makin rendah angkanya, itu makin baik bagi kesehatan.

Itu salah satu beda kedua merek beras sagu tersebut. Bedanya lagi, harga beras sagu merek yg skrg sy konsumsi lbh murah, Rp 25.000/kg. Merek sebelumnya Rp 37 ribu/kg. 

Selain itu, konsumsinya lbh irit. Kami bertiga hanya perlu memasak 300 gram beras sagu utk kebutuhan makan dua kali saat buka puasa dan sahur. Jadi, 1 kg bisa dikonsumsi utk tiga hari, atau seharinya hanya Rp 8.350,- utk bertiga. Murah sekali. Atau sama dengan konsumsi beras biasa. 

Yg lbh menarik, beras sagu merek Mama Pupua itu lebih pulen, dan cara memasaknya sama persis dg menanak nasi biasa di magicom. Hanya saja, dlm menanaknya dibutuhkan air lbh banyak, 100 gram dibutuhkan air 170 ml atau setengah botol kecil aqua. 

Beras sagu ini sangat sehat, enak dikonsumsi, pulen dan harum. Silahkan dicoba. Beli di shoope sepertinya bebas ongkir, sementara di tokopedia dikenakan biaya ongkir relatif mahal. (AT)
Share: