Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina

Indonesia-Palestine Friendship Initiative/
Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina

Dengan Nama Allah Yang Maha Kuasa

Menyaksikan dengan penuh keprihatinan serangan Tentara Zionis Israel atas Jerusalem Timur dan jamaah di Masjid Al-Aqsha, serta pengeboman atas Gaza, Palestina, yang telah menimbulkan ribuan korban rakyat yang tak berdosa, atas nama Prakarsa Persahabatan Indonesia Palestina (PPIP) --perhimpunan rakyat Indonesia lintas agama-- dengan ini menyatakan sikap dan pandangan sebagai berikut:

1. Mengutuk keras tindakan brutal Tentara Zionis Israel tersebut yang merupakan pelanggaran HAM berat, pelanggaran resolusi-resolusi PBB dan hukum internasional, serta bentuk terorisme nyata.
2. Menyerukan PBB dan masyarakat internasional yang cinta damai dan keadilan untuk mengambil langkah-langkah nyata menghentikan kekejaman Tentara Zionis Israel tersebut dan mengenakan sanksi baik politik-militer, maupun ekonomi, yakni dengan memboikot produk-produk Israel dan pro Israel.
3. Mendesak Negara-negara Anggota Organisasi Kerja sama Islam, khususnya negara-negara Arab untuk menunjukkan solidaritas dan simpati nyata terhadap perjuangan Rakyat Palestina untuk memerdekakan diri, dan mendesak Israel untuk meninggalkan wilayah Palestina/Arab yang didudukinya secara ilegal. Agar Negara-Negara Arab mengenyampingkan egoisme dan kepentingan terbatas mereka.
4. Mengapresiasi sikap Pemerintah RI yang menunjukkan komitmen terhadap Palestina, dan mendorong agar Pemerintah RI lebih lanjut menggalang dukungan Negara-Negara Anggota OKI dan Gerakan Non Blok untuk mengirim Pasukan Penjaga Perdamaian ke Palestina guna menghalau agresi Tentara Zionis Israel.
5. Menyerukan segenap umat beragama di Indonesia yang cinta damai, keadilan, dan kemanusiaan yang adil dan beradab untuk memberi dukungan/bantuan bagi Rakyat Palestina baik moril maupun materiil, dan doa semoga Allah Yang Maha Kuasa melindungi Rakyat Palestina dari segala marabahaya dan malapetaka.

Nasrun Minallah wa Fathun Qarib

Jakarta, 15 Mei 2021

M. Din Syamsuddin
Ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina (PPIP)

Share:

The Truth About Vitamin D

Dr Widya Murni MARS, Dipl of IHS

Perkenalkan  saya seorang dokter umum yang praktek dalam bidang ilmu integrative & functional medicine, lebih khusus lagi di bidang anti-aging medicine berbasis hormon. Dalam ilmu ini, kami senantiasa mencari root of cause (akar penyebab) untuk memberi pengobatan bukan sekedar penurun gejala. Setiap terapi yang diberikan harus berasal dari root of cause nya, seperti halnya kekurangan vitamin D. 

Saya terpaksa membuat tulisan ini dengan niat baik untuk menyebarkan paradigma baru penggunaan dosis tinggi vitamin D untuk pencegahan dan pengobatab covid-19. Memang vitamin D bukan satu-satunya pendukung innate & adaptive immune system, tapi jika kita memiliki kadar vitamin D yang rendah dan terkena covid-19, maka akan terjadi sulit sembuh, dan bahkan sering terjadi gagal napas sehingga harus dirawat di ICU, bahkan terjadi kegagalan multiorgan dan kematian. 

No one should be die with corona virus. Kata seorang ahli, harusnya tidak ada seorangpun meninggal dengan covid-19, jika tertangani dengan baik tentunya. 

Saya juga berkenalan dengan ilmu integrative cancer medicine, di mana dalam ilmu ini kita harus menjaga kualitas hidup pasien kanker dengan menjaga kadar vitamin D berada pada sekitar 100 ng/mL. Sudah banyak pasien kanker yang menikmati kualitas hidup yang lebih baik dengan menjaga tingkat vitamin D sekitar 100 ng/mL ini. 

Sebelum pandemi datang awal Januari 2020, saya menghadiri sebuah acara di Kuala Lumpur yang diselenggarakan MAAFIM, organisasi Malaysia Asociation of Functional & Interdisiplinary Medicine. Acara yang berusaha dihadiri semua bintang ilmu Integrative & Functional Medicine dari Malaysia dan bahkan pembicara asing kelas dunia ini, membuat saya mengalahkan keinginan berlibur. Beruntung sekali saya hadir bersama kedua kawan dari Indonesia, yaitu DR Amarullah H Siregar dan isterinya Dr Rachmi Primadiati, menikmati hidangan aneka topik dari narasumber pilihan yang tampil pada acara itu. 

Salah satu topik penting yang ditampilkan adalah The Miracle Of Vitamin D yang dibawakan oleh Dr Renu Mahtani dari India, yang merupakan murid langsung Dr Cicero Coimbra dari Brazil. Keduanya merupakan pakar dalam pengobatan autoimmune dengan menggunakan dosis tinggi vitamin D. Bisa dilihat youtube Dr Renu Mahtani dan social media Coimbra Protocol yang terkenal itu. 

Menurut Dr Renu Mahtani, the real global pandemi saat ini adalah low vitamin D. Ini sebelum pandemi covid-19 datang. Bukan hanya di negara Barat semata orang jarang berjemur, tapi di sejumlah negara tropis pun di mana sinar matahari gratis, orang tidak pernah membiasakan diri berjemur untuk menjaga kadar vitamin D yang optimal. 

Walaupun range normal vitamin D yang dipakai oleh sebagian besar negara di dunia sekitar 30-100 ng/mL, jika kita ingin memiliki sistem imun optimal, jangan biarkan tingkat vitamin D hanya berkisar di 30 saja. Kadar vitamin D yang kurang dari 30 ng/mL ini membuat kita mudah kena influenza epidemik (dan pasti covid-19). Karena sebenarnya batas bawah kadar 20 ng/mL itu hanya dimaksud untuk mencegah penyakit Rickets yang mungkin saat ini sudah sukar ditemukan.  Sementara itu, jika kita ingin mencegah patah tulang, serangan jantung, dan osteoporosis dan TBC, kita harus punya kadar vitamin D di atas 40 ng/mL. Dan bila kita ingin mencegah diabetes dan bahkan semua kanker, kita harus memiliki kadar vitamin D 60 ng/mL. 

Dr Coimbra bahkan mengatakan, jika kita menginginkan sistem imun kita optimal, kita harus memiliki kadar vitamin D 100 ng/mL. Dan untuk mencapai kadar ini, tidak akan cukup jika kita hanya mengkonsumsi vitamin D dengan dosis 1000 iu per hari. Setidaknya, kita harus mengkonsumsi vitamin D dosis 10.000 iu per hari. Penggunaan dosis 1000 iu itu tak ubahnya seperti UMR, sangat susah bertahan hidup. Apalagi jika kita sudah menderita Covid-19, jangan gunakan dosis 1000 iu ini, akan lebih lama sembuhnya. 

Berbekal ilmu dari Dr Coimbra dan Dr Renu Mahtani ini, dengan penuh percaya diri saya mencegah covid dengan dosis 10.000 iu dan bahkan ada protokol Dr Brownstein membantu pengobatan banyak pasien covid hanya dengan vitamin D oral dosis tinggi 50.000 iu. Bahkan, tak jarang saya menginjeksikan vitamin D dosis 600.000 iu, cara yang dulu hanya saya gunakan untuk boosting kadar vitamin D pada pasien kanker semata. Prinsipnya jika tidak gunakan injeksi, akan sangat lama perbaikan kadar vitamin D mendekati nilai 100 ng/mL. 

Ilmu integrative lain yang diaplikasikan adalah dengan penggunaan Infus Nutrisi vitamin C yang langsung dipelajari dari Bapak Vitamin C dunia, Dr Thomas Levy dari Riordan Clinic, Kansas USA, dalam bentuk sodium ascorbic minimum dosis 30 gram. Ini dulu hanya kita gunakan pada pasien kanker semata. Namun, pandemi saat ini membuat kita harus dihadapkan pada pilihan sekaligus mengejar waktu dalam dua minggu pasien harus sembuh atau meninggal. 

Dengan ilmu dosis tinggi vitamin D dan vitamin C ini kita bisa menyembuhkan pasien covid dalam 3 hari hingga 1 minggu saja tanpa penyulit. Lebih dari itu, pasien cukup isoman di rumah, tidak usah berebutan masuk RS yang juga sudah habis kapasitasnya, serta tak perlu ketakutan yang selalu meliputi setiap pasien maupun keluarga. 

Banyak dokter takut memberikan dosis tinggi dengan alasan, karena vitamin D ini harus diaktivasi di hati dan ginjal, sehingga konon bisa memicu gagal ginjal. Sebenarnya ini info hoax yang dipercaya sebagian dokter yang kurang memahami dan memiliki pengalaman dalam pengobatan dengan ilmu vitamin D. Ketakutan penggunaan dosis tinggi vitamin D adalah terjadinya hiperkalsemia, atau kelebihan penyerapan kalsium yang mungkin dianggap bisa menyumbat pembuluh darah, karenanya untuk atasi hal ini, pada mereka dengan resiko thrombosis atau pengentalan darah bisa disertai vitamin K2, atau nattokinase dan serrapeptase sebagai anti kekentalan darah alami.

Beberapa individu yang sudah memantain gut microbiome dengan baik dengan mengonsumsi probiotik multistrain (komunitas, atau probiotik siklus) tentu tidak membutuhkan tambahan vitamin K2 atau pengencer darah alami ini. 
Tambahan lain yang penting karena biasanya vitamin D rendah pada mereka yang mengalami kekurangan Magnesium, padahal pentinya Magnesium ini merupakan zat yang menjadi penentu utama pada banyak reaksi biokimia pada tubuh kita, termasuk kekurangan magnesium bisa ditemukan pada mereka dengan keluhan suka sakit kepala, pegal linu, diabetes, penyakit jantung, stroke dan bahkan kanker. 

Tidak hanya itu saja, dengan menjaga kadar vitamin D dosis tinggi pada semua karyawan, termasuk diri sendiri dan seluruh anggota keluarga, Alhamdulillah saya bisa melakukan praktek selama pandemi tanpa ketakutan, tidak tertular dan menularkan virus kepada orang lain yang kita cintai, termasuk pasien. 

Terakhir, vitamin D jangan diharapkan semata diperoleh dari makanan, apalagi dari susu. Sebab, hanya 20% saja vitamin D bisa ditingkatkan dari sumber makanan. Dan juga, jangan hanya mengharapkan vitamin D didapat gratis dari sinar matahari, karena setiap orang ternyata memiliki kadar vitamin D receptor yang berbeda-beda responsnya. 

Vitamin D memang bukan vitamin biasa, melainkan sebuah hormon, yang hanya diperlukan sedikit, bisa mempengaruhi banyak hal. Dan reseptor vitamin D terdapat hampir di semua organ, sehingga semua keadaan penyakit komorbid yang kita miliki, hampir pasti diakibatkan oleh kekurangan vitamin D. 
Adapun konsumsi vitamin D oral, akan lebih baik penyerapannya jika dikonsumsi bersama lemak yang baik, misalnya virgin coconut oil atau virgin olive oil. 

Saat ini kami ada sekitar 400 orang dokter yang tergabung dalam komunitas Functional Medicine Indonesia, telah mengaplikasikan ilmu high dose vitamin D dan vitamin C untuk mengatasi covid-19.
Semoga setiap dokter Indonesia bisa membuka mata dan wawasannya agar bukah hanya untuk pencegahan dan pengobatan covid semata kita membutuhkan vitamin D. Tapi pre dan pasca vaksin kita tetap membutuhkan optimalisasi sistem imun agar innate & adaptive immune system kita berfungsi dengan sempurna.

Terakhir, kita diharap bisa ikut berkontribusi mengakhiri pandemi dengan menjaga tingkat vitamin D semua orang tercinta mendekati 100 ng/mL, melalui pemberian dosis minimal 10.000 iu per hari. Namun, pada saat sakit covid, dibutuhkan vitamin D oral dosis lebih tinggi sekitar 50.000 iu per hari.

Tentunya tulisan ini bertujuan bukan agar semua orang bisa mengobati sendiri sakitnya, tapi carilah Dokter yang bisa meresepkan dosis tinggi vitamin D dan C agar pemulihan akibat covid-19 bisa dimungkinkan lebih mudah dan murah. 

Jika kadar vitamin D kita terlalu rendah mendekati batas 30 ng/mL (batas rendah terbawah), mari kita menaikkannya dengan suntikan vitamin D dosis 600.000 iu. Tentu setelah itu, kita harus tetap memaintain konsumsi vitamin D dosis oral minimal 10.000 iu untuk mengurangi lama hari sakit, perawatan, ICU dan bahkan mengurangi kematian. 

Vitamin D ternyata banyak mengaktifikan gen antivirus sehingga ia mampu mencegah dan mengobati covid-19 lebih cepat dengan biaya relatif murah, mudah, dan aman. 

Semoga kita semua ikut berkontribusi mengakhiri pandemi segera. 

Dr Widya Murni MARS, Dipl of IHS 

Anti Aging Hormone Certified (International Hormone Society), Integrative & Functional Medicine 
Pendiri Komunitas FMI
Functional Medicine Indonesia 

Jakarta, 5 Maret 2021

Keyword : vitamin D, K2, magnesium, vit C untuk pencegahan dan pengobatan covid-19
Share:

Glorifikasi Gelar Akademis tanpa Esensi

Prof. Dr. Pitoyo Hartono

Dalam satu bulan ini dua kali Tempo mengangkat tema yg bersinggungan dengan carut marutnya dunia akademis di Indonesia. Satu plagiarisme utk mendapat posisi akademis dan satu lagi ttg obral receh doctor honoris causa.

Ini sangat menggelikan, dan juga menjijikkan. Ini terjadi karena ada glorifikasi gelar akademis dan ketidaktahuan dari orang2 yg menginginkan gelar instant semacam ini, dan ketidakmauan akademisi di Indonesia utk menjelaskan arti ttg gelar akademis ini, mungkin utk menjaga "nilai" gelar mereka sendiri.

Saya punya gelar doctor dan juga prof., sehingga saya merasa qualified utk menerangkan arti ttg kedua gelar ini. Saya katakan bahwa kedua gelar ini sama sekali tidak istimewa, tidak ada yg sakral ttg dua gelar ini, tidak juga menunjukkan bahwa yg punya pintar. Ini cuma menunjukkan bahwa dia pernah mempertahankan disertasi tingkat doctoral dan sekarang bekerja di institusi pendidikan atau penelitian, titik. Ini bisa dilakukan utk sebagian besar orang yg memilih jalur karir ini dan mau berusaha utk menjalaninya. Hanya, seperti profesi lainnya bisa sukses bisa tidak. Utk kebanyakan dunia luar yg tidak relevan, gelar semacam ini sebaiknya disikapi dng "terus kenapa ? bodo amat".

Doctor atau Ph.D. adalah gelar akademis tertinggi yg bisa didapat oleh seseorang. Gelar ini melekat seumur hidup, meskipun bisa dicabut kalau ditemukan kecurangan dalam proses memperolehnya. Gelar ini diberikan pada orang yg bisa menemukan satu tema penelitian yg punya novelty (sesuatu yg baru) di bidangnya, mengeksekusi penelitian itu, menarik kesimpulan darinya, berargumen ttg novelty yg di-claimnya, dan mempertahankan metodology dan claimnya di hadapan panel ahli. Gelar ini semacam lisensi yg menyatakan bahwa "orang ini punya potensi menjadi peneliti". Cuma itu, tidak lebih tidak kurang. Masalah apakah dia bisa menjadi peneliti yg baik adalah masalah lain, seperti orang punya SIM belum tentu bisa menjadi sopir taksi yg baik. Saya melihat banyak orang Indonesia dapat gelar doctor di Jepang, tapi setelah pulang mereka terus melakukan penelitian remeh temeh dan tidak bisa mengembangkan tema baru. Mereka bisa meneliti kalau ada pembimbingnya, sama dengan orang yg lulus ujian SIM karena ada instrukturnya yg duduk disebelahnya. Penelitian doctor itu cuma penelitian tingkat awal, pilot project dan bukan tujuan akhir. Kalau penelitain doctoral seseorang adalah produk akademis terbaiknya, ya dia sebaiknya tidak berkarier di dunia akademis. Di Jepang, lebih mudah menjadi doctor daripada menjadi tukang kayu spesialis kuil, yg perlu waktu latihan belasan tahun sebelum bisa ambil bagian yg signifikan dalam perbaikan kuil.

Doctor Honoris Causa beda dengan Doctor. Ini gelar kehormatan, yg diberikan belum tentu karena kontribusi akademis seseorang, lebih sering karena kontribusi politis, budaya atau sekedar basa basi. Megawati Soekarnoputri mendapat gelar honoris causa dari alamamater saya, Waseda University. Tapi tidak ada doctor dan prof. waras di Waseda yg mengharap Megawati bisa menghasilakan produk akademis. Sambutan tertulis di Waseda utk pengangkatannya isinya lebih banyak membahas ttg kontribusi bapaknya dalam hubungan bilateral Indonesia-Jepang. Kalau dia bukan anak Soekarno, presiden pertama RI, tapi anak Soekarno tukang klepon di pasar, mungkin lebih mudah bagi dia utk menjadi doktor dengan merangkak dari bawah daripada doctor honoris causa.

Prof. itu gelar akademispun bukan, ini gelar kepangkatan tertinggi di dunia akademis. Sama dengan direktur di suatu perusahaan. Dan di kebanyakan negara gelar ini tidak melekat seumur hidup. Kalau saya berhenti dari univ. besok, gelar prof. saya otomatis dicabut. Sangat aneh kalau ada seseorang yg mengaku bergelar Prof. tapi tidak bisa menunjukkan Prof. di mana. Ini seperti seorang yg mengaku direktur tapi tidak bisa menyebutkan perusahaannya. Yg melekat seumur hidup adalah gelar Emeritus Prof. Gelar ini diberikan pada prof. , yg telah pensiun tp pengabdiannya di dunia akademis selama kariernya signifikan, oleh institusinya. Ini berbeda dengan Prof. honoris causa yg kebanyakan diberikan sebagai gelar seremonial dan basa basi.

Seorang diangkat menjadi prof. karena dia diharapkan dapat mengarahkan misi akademis dan penelitian di institusinya. Dia diharapkan utk membuat blueprint pendidikan, sekaligus membimbing penelitian di tingkat doktoral dan di atasnya. Kemampuannya utk meneliti harus di atas calon2 doktor yg dibimbingnya. Dia harus mampu utk terus menerus menghasilkan produk penelitian yg jauh lebih baik dari penelitiannya sewaktu menjadi doktor. Di Indonesia, ini sering menjadi gelar para ndoro yg tugas utamanya berpidato membuka seminar, dan entah kapan terakhir meneliti dengan tangannya sendiri.

Sangat absurd kalau ada orang yg melakukan plagiarisme utk menjadi doctor atau prof. Mereka tidak mengerti sedikitpun ttg makna dari gelar yg akan mereka dapatkan secara instant itu. Mereka cuma tertarik akan remeh temeh penulisannya di depan atau belakang nama mereka dan mengharap orang lain tertipu akannya. Membeli gelar honoris causa lebih lucu lagi. 

Ini semua tidak akan terjadi kalau dunia akademis tidak meng-glorikasi gelar yg dikeluarkannya dan mau menempatkannya dalam proporsi yg waras.
Share:

HAMBA TERBAIK, HAMBA TERBURUK

Oleh : Alm. KH. Muhammad Idris Jauhari

قَالَ رَسُولُ اللَّه ِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ :"خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللَّهُ، وَشِرَارُ عِبَادِ اللَّهِ الْمَشَّاءُونَ بِالنَّمِيمَةِ الْمُفَرِّقُونَ بَيْنَ اْلأَحِبَّةِ الْبَاغُونَ الْبُرَآءَ الْعَنَتَ."

(رواه أحمد والبخاري في الأدب المفرد)

Rasulullah saw. bersabda,

"Sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang membuat orang lain mengingat Allah saat melihat mereka. Dan seburuk-buruk hamba Allah adalah mereka yang berjalan ke sana ke mari menyebarkan fitnah, yang menyebabkan perpisahan di antara orang-orang yang saling mencintai, yang berusaha mendatangkan kesulitan kepada orang-orang yang tidak bersalah."

(HR Ahmad dan Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad)

Berdasar hadits di atas, ada dua tipe seorang hamba di mata Allah SWT. Pertama, hamba terbaik yaitu mereka yang mampu membuat orang lain mengingat Allah ketika melihat mereka. Kedua, hamba terburuk yaitu mereka yang suka menyebarkan fitnah dan mendatangkan kesulitan bagi orang yang tidak bersalah.

Hamba Allah Terbaik

Menjadi hamba Allah dengan predikat terbaik menjadi dambaan setiap muslim. Predikat terbaik di sisi Allah adalah capaian tertinggi seorang muslim sebagai seorang hamba. Tidak ada posisi yang lebih mulia dalam kehidupan seorang muslim kecuali Allah benar-benar telah menetapkan orang tersebut sebagai kekasih-Nya.

Hamba terbaik di mata Allah bukanlah semata seorang yang mampu menjalankan perintah Allah dengan istiqamah dan menjauhi segala larangan-Nya secara sungguh-sungguh, melainkan mereka yang mampu membuat orang lain senantiasa mengingat Allah (dzikrullâh) dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, baik hati, pikiran, maupun tingkah lakunya.

Barometer hamba terbaik di mata Allah tidak lagi didasarkan pada kesholehan individu semata. Tapi, bagaimana kesholehan individu bertransformasi menjadi sebuah energi spiritual-magnetik yang secara spontan mampu menarik orang-orang di sekitarnya untuk senantiasa melakukan dzikrullâh. Karena itu, bagi hamba Allah terbaik, upaya menjadikan orang lain agar senantiasa melakukan dzikrullah bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan. Modalnya: kekuatan spiritual, kematangan kepribadian, dan kedalaman pikiran.

Hamba terbaik senantiasa memancarkan nur ilahiah dari sekujur tubuhnya. Nur ilahiah ini kemudian memancar menelusup kepada siapa pun yang berada di sekelilingnya. Siapa pun yang terkena pancaran nur ilahiah ini, sedikit banyak, akan mengalami perubahan kepribadian. Tak jarang mereka kemudian berbalik arah menjadi seorang alim, taat, dan istiqamah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Prototipe hamba Allah terbaik dengan mudah bisa kita baca pada sosok Nabi Muhammad. Sebagai seorang utusan Allah, Nabi Muhammad menjadi cermin insan paripurna di sisi Allah sekaligus sebagai sosok teladan bagi umatnya. Karena sosoknya yang paripurna dan keteladanannya, banyak kaum Quraisy saat itu berbalik menjadi seorang yang beriman kepada Allah. Keteladanan Rasulullah diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Ahzâb ayat 21: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

Untuk saat ini,  hamba Allah terbaik, di antaranya, direpresentasikan oleh para kiai, habib, tuan guru, dan lainnya. Sebagai pewaris para nabi, ulama-ulama tersebut tidak saja bertugas menyampaikan pesan-pesan ilahiah, melainkan juga "menyucikan" hati umat yang penuh dengan kerak kotoran. Mereka adalah panutan umat dalam banyak hal di bidang kehidupan.

Ada perasaan sejuk dan tenteram setiap kali memandang wajah ulama. Tidak ada rasa bosan dan kesal setiap kali bermuwajah  dengan para ulama. Inilah mengapa setiap kali kita memandang mereka, tiba-tiba timbul keinginan untuk meneladani dan menjadi seperti dia. Yaitu menjadi seorang hamba yang semakin dekat dengan Allah.

Yang perlu disadari bersama, tidak ada keharusan menjadi "ulama" untuk menjadi hamba terbaik di sisi Allah. Siapa pun identitas dan latar belakang sosial kita, kita memiliki hak yang sama untuk menjadi hamba Allah terbaik. Syaratnya tentu bagaimana menjadikan orang-orang di sekeliling kita istiqamah mengingat Allah setiap kali melihat diri kita.

Untuk mencapai taraf itu, keteladanan yang baik (uswah hasanah) dalam pikiran, sikap, maupun tindakan, menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap hamba manakala berharap menjadi kekasih Allah, menjadi hamba terbaik di sisi-Nya dan di sisi manusia.

Hamba Allah Terburuk

Ada dua perilaku jahat yang selalu dilakukan oleh hamba Allah yang paling buruk. Pertama, suka menyebarkan fitnah. Kedua, suka mendatangkan kesulitan bagi orang yang tidak bersalah.

Fitnah merupakan perkataan bohong tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang, dan lainnya. Fitnah bersumber dari rasa dengki dan benci terhadap seseorang. Fitnah lahir sebagai akumulasi dari ghibah dan buhtan. Fitnah merupakan kejahatan tertinggi yang diproduksi oleh lisan. Tujuan utamanya bagaimana agar orang-orang yang saling mencintai bisa berpisah.

Fitnah ada di mana-mana dan bisa menimpa siapa pun tanpa pandang status. Seorang tetangga misalnya, tega memfitnah tetangga lainnya dengan tujuan agar kehidupan keluarga tetangga tersebut berantakan dan berakhir dengan penceraian. Atau, karena ambisi untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi orang tega memfitnah atasannya sehingga karirnya hancur. Taktik busuk menebarkan fitnah untuk kepentingan pribadi atau golongan ini seringkali terjadi di tengah-tengah kehidupan kita. Terhadap fitnah ini, orang Islam harus selalu waspada. Waspada untuk tidak berbuat fitnah dan waspada untuk menghadapi fitnah pihak lain dengan cara-cara yang arif, bijaksana, dan tegas.

Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga Islam mengkategorikannya sebagai perbuatan yang lebih kejam dari pembunuhan (QS Al-Baqarah [2]: 191). Bahkan, Nabi Muhammad saw menyebutkan orang yang suka menebar fitnah sebagai calon penghuni neraka, "Tidak akan masuk surga orang yang suka menyebarkan fitnah." (HR Bukhari & Muslim).

Fitnah itu ibarat menyulut ranting kering. Ia akan cepat merebak ke mana-mana dan membakar apa pun yang dilaluinya. Lalu, menjadi abu. Cara terbaik untuk terhindar dari fitnah adalah jangan pernah sedikit pun terdetik di hati kita untuk memfitnah. Ketika ada dorongan kuat dari nafsu kita memfitnah, beristighfarlah dan mohonlah ampun kepada Allah. Insya-Allah kita selamat dari api fitnah.

Perilaku jahat seorang hamba Allah terburuk lainnya adalah suka mendatangkan kesulitan bagi orang yang tidak bersalah. Sikap ini biasanya bersumber dari rasa dengki atau hasad. Dengki merupakan sifat tercela. Ia adalah perasaan tidak senang dengan kebahagiaan orang lain, disertai keinginan agar kebahagiaan itu hilang darinya. Karena itu, segala cara dan taktik jahat akan dilakukan bahkan menghalalkan sesuatu yang haram sekalipun.

Betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah menggambarkan sikap dengki ini dalam firman-Nya, "Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya." (QS Ali Imran [3]: 120)

Sifat dengki tidak bisa dianggap remeh. Jika virus ini terus mengendap dalam hati seseorang, cepat atau lambat akan merusak keimanan dan kepribadian seseorang. Ia akan menjelma menjadi usaha-usaha negatif yang merugikan. Seperti tutur kata yang kasar dan menyakiti hati, atau perbuatan dan tindakan yang kerap bermotif menjatuhkan, menghina dan menyudutkan. Bahkan, tidak jarang kedengkian yang terpelihara dalam hati seseorang kemudian berbuntut tragedi pembunuhan mengenaskan. Seperti yang pernah terjadi pada kedua putra Nabi Adam, Qabil dan Habil.

Untuk itulah, Rasulullah saw mengajak umatnya untuk senantiasa menjauhi sikap dengki sesuai sabdanya, "Jauhilah dengki, karena dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api makan kayu bakar." (HR Abu Daud).

Memang, manusia diciptakan dengan kecenderungan untuk mendengki. Tetapi, orang yang beriman akan selalu berusaha menghilangkan sifat jelek ini. Mereka tidak tertawan oleh perasaan buruk yang jelas-jelas sangat tidak produktif dan menyengsarakan ini. Hal itu disebabkan karena orang-orang beriman menyadari bahwa sifat dengki akan semakin menjauhkan mereka dari Allah. Seperti halnya mereka menyadari bahwa sikap dengki hanya akan menyebabkan pelakukanya dimasukkan api neraka. Masihkah kita akan bersikap dengki? Wallâhu a'lam bish-showâb.

Prenduan, 17 April 2012
Share: