Pedoman Syariat Islam tentang Fitnah

Dalam Islam, terdapat beberapa pedoman yang berkaitan dengan fitnah. Fitnah merujuk pada penyebaran berita palsu, fitnah, atau penghinaan yang bertujuan untuk mencemarkan nama baik seseorang/kelompok/lembaga atau menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. 

Berikut beberapa pedoman syariat Islam terkait dengan fitnah:

1. Dilarang menyebarkan berita palsu:

Syariat Islam melarang menyebarkan berita palsu atau informasi yang tidak terverifikasi dengan baik. Sebelum menyebarkan informasi, seorang Muslim dianjurkan melakukan tabayyun, verifikasi dan konfirmasi, check and receck, untuk memastikan kebenaran informasi tersebut dan mencari sumber yang dapat dipercaya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Itu adalah kebohongan yang kamu sebarkan dan kamu tahu itu adalah kebohongan" (HR. Muslim).

2. Dilarang menyebarkan fitnah:

Islam melarang menyebarkan fitnah, yaitu tuduhan palsu atau penghinaan terhadap seseorang tanpa ada bukti yang kuat. Al-Quran menyatakan, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' [17]: 36). Menyebarluaskan fitnah dapat merusak reputasi dan kesejahteraan seseorang, dan dihukumi sebagai tindakan yang sangat tidak terpuji dalam Islam.

3. Kewajiban mencari kebenaran:

Ketika ada berita atau informasi yang mencurigakan atau mengejutkan, seorang Muslim dianjurkan untuk mencari kebenaran dan menyelidiki lebih lanjut sebelum mengambil tindakan. Islam mendorong umatnya untuk memeriksa fakta dan memastikan kebenaran sebelum mengambil sikap atau menyebarkan informasi.

4. Ishlah, memperbaiki dan menghentikan fitnah:

Jika seseorang menemukan dirinya terlibat dalam menyebarkan fitnah atau mendengar orang lain menyebarkan fitnah, seorang Muslim dianjurkan untuk menghentikan penyebaran fitnah tersebut dan memperbaiki situasi dengan cara yang baik dan adil. Al-Quran menyatakan, "Dan jika seseorang dari musuh-musuhmu mencari perlindungan, maka berikanlah perlindungan kepadanya, supaya dia mendengar firman Allah; kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya." (QS. At-Taubah [9]: 6).

5. Meminta maaf dan memperbaiki kesalahan:

Jika seseorang terbukti menyebarkan fitnah atau berita palsu, dia dianjurkan untuk meminta maaf secara tulus kepada orang yang telah difitnah dan mencemarkan nama baiknya. Islam mendorong orang-orang untuk memperbaiki kesalahan mereka dan melakukan taubat kepada Allah serta memperbaiki hubungan dengan sesama manusia.

*****

Dalam melanjutkan penjelasan pedoman, penting untuk menekankan bahwa Islam mendorong umatnya untuk bertindak dengan kebijaksanaan, keadilan, dan kebenaran dalam menghadapi fitnah. Dalam Islam, fitnah dianggap sebagai tindakan yang merugikan masyarakat dan melanggar prinsip keadilan. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk berhati-hati dalam menghadapi fitnah. Beberapa pedoman tambahan yang dapat menjadi panduan bagi umat Islam adalah sebagai berikut:

6. Menjaga lidah dan mengendalikan ucapan:

Islam mengajarkan pentingnya menjaga lidah agar tidak menyebarkan fitnah atau berbicara dengan kata-kata yang menyinggung dan merugikan orang lain. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata-kata yang baik atau diam." (HR. Bukhari).

7. Membantu korban fitnah:

Jika seseorang menjadi korban fitnah, umat Islam dianjurkan untuk membantu dan memberikan dukungan kepada mereka. Menunjukkan kepedulian dan empati kepada korban fitnah adalah tindakan yang mulia dalam Islam. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang menyelamatkan seorang mukmin dari satu kesulitan di dunia, Allah akan menyelamatkan dirinya dari satu kesulitan di hari kiamat." (HR. Muslim).

8. Menghindari persekongkolan dan fitnah:

Islam mendorong umatnya untuk menjauhkan diri dari berbagai bentuk persekongkolan dan upaya memanfaatkan fitnah untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Islam mengajarkan integritas dan kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain serta menghindari tindakan yang dapat menimbulkan fitnah atau memperparah situasi.

9. Mengembangkan kesadaran media: 

Dalam era informasi dan teknologi modern, umat Islam dianjurkan untuk menjadi konsumen media yang bijaksana. Memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya, menghindari rumor dan gosip, serta mengedepankan akuntabilitas dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial merupakan bagian dari kesadaran media yang Islami.

****

Dalam Islam, upaya untuk menghindari dan mengatasi fitnah adalah bagian dari pemeliharaan keadilan, kebenaran, dan harmoni sosial. Umat Islam diajarkan untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, menjunjung tinggi etika berkomunikasi, dan berusaha menjaga hubungan yang baik dengan sesama umat manusia.

Semoga bermanfaat.

(Ahmadie Thaha/anggota Majelis Syura PUI)
Share:

Surat cinta dari Kompas: Kontroversi Al Zaytun

Weekly Newsletter KOMPAS
Rabu, 28 Juni 2023

Selamat petang, Ahmadie. Kontroversi terkait pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, kembali mencuat pada hari-hari ini. Sejatinya, persoalan serupa bukan kali pertama. Arsip Kompas mencatat sebagian di antara polemik dan bahkan kontroversi terkait Al Zaytun dan sosok Panji Gumilang, termasuk dugaan kaitan dengan Negara Islam Indonesia (NII). Apakah proses hukum dan politik kali ini bisa memberikan titik terang akhir?

***

SETIDAKNYA dua pekan terakhir, nama Pesantren Al Zaytun hilir mudik di aneka pemberitaan. Itu juga bukan kabar baik, karena yang terpicu kemudian adalah polemik, bahkan kontroversi.

Dalam catatan arsip Kompas, dugaan keterkaitan Al Zaytun dengan NII bukan kali ini saja mencuat. Salah satu momentum yang santer muncul di pemberitaan terjadi pada 2011.

Nama Imam pun muncul ke publik pada kurun waktu itu, seturut pengakuannya pernah menjadi Menteri Peningkatan Produksi NII Komandemen Wilayah 9 pada 1997-2007.

Baca juga: Panji Gumilang Dilaporkan Pendiri NII Crisis Center ke Bareskrim Polri

Panji Gumilang pada saat itu sempat membantah keterkaitan Al Zaytun dengan NII. Bahkan, dia menyebut bahwa NII sudah mati, yang itu diberitakan harian Kompas di edisi 6 Mei 2011.

Sosok Panji Gumilang dan keterkaitannya dengan NII kemudian diungkap pula oleh Sukanto dan dimuat di harian Kompas edisi 9 Mei 2011. Dia mengaku sebagai aktivis NII pada kurun 1996-2001.

Sukanto bertutur sejarah panjang NII di Indonesia, dari pola perekrutan dan pendanaan, hingga upaya infiltrasi ke partai politik. Dari Sukanto ini juga diketahui nama lain Panji Gumilang adalah Abu Toto.

Berentet pemberitaan itu mendorong kepolisian membentuk tim khusus menyelidiki dugaan keterkaitan Al Zaytun dan NII. Namun, kasus itu berhenti di tengah jalan.

Justru, kasus yang naik kemudian adalah dugaan pemalsuan tanda tangan Imam oleh Panji Gumilang terkait peralihan kepemimpinan Al Zaytun.

Yang menarik, saat itu pun sudah ada pengerahan massa balik dari Al Zaytun sebagai respons atas desakan banyak pihak untuk mengusut keterkaitan pesantren itu dengan NII.

Seperti deja vu saja ketika pada beberapa waktu lalu aksi massa berbalas kumpulan massa lebih besar dari Al Zaytun.

Pendidikan mahad terindikasi radikal dan sesat?
Satu sisi lain yang turut terseret-seret dalam kontroversi Al Zaytun adalah soal lembaga pendidikan formal yang ada di pesantren ini.

Baca juga: Polemik Ponpes Al Zaytun, Pemerintah Diminta Pikirkan Hak Santri

Pada 2012, Kementerian Agama sempat menyatakan bahwa pendidikan formal di Al Zaytun tidak terafiliasi dengan NII ataupun aktivitas Panji Gumilang yang diduga terkait NII.

Namun, belakangan penilaian ini tampaknya berubah. Meski belum sampai kategori yang mengarah ke dugaan terorisme, pendidikan di Al Zaytun mulai disebut memenuhi kriteria radikalisme.

Walau demikian, persoalan ini tidak juga sederhana. Setidaknya, pelaporan Al Zaytun ke Mabes Polri berbalas pelaporan balik oleh para wali santri.

Penistaan agama

Satu polemik yang baru belakangan muncul adalah dugaan penistaan agama. Kasus ini telah dilaporkan ke Mabes Polri.

Baca juga: Polri Selidiki Laporan Dugaan Penistaan Agama terhadap Pimpinan Ponpes Al-Zaytun

Ini terkait dengan sejumlah ajaran yang diduga dipraktikkan di Al Zaytun, antara lain mulai dari penataan shaf shalat berjamaah yang tidak sesuai syariat hingga dibolehkannya praktik zina meski menggunakan persyaratan tertentu.

Tak cukup hanya penindakan, juga butuh itikad politik
Bahkan sejak mencuat pada 2011, dorongan untuk mengungkap sebenar-benarnya wajah pesantren Al Zaytun sudah menyebutkan perlunya itikad politik dari semua pemangku kepentingan.

Penindakan semata diyakini tidak cukup, apalagi bila dugaan keterkaitan lembaga itu dengan NII terbukti. Apalagi, ada kasus lain yang cukup menampar publik pada Pemilu 2004, terkait Al Zaytun.

Baca juga: Babak Baru Kontroversi Ponpes Al-Zaytun: Mahfud Sebut 3 Langkah Penyelesaian, Polri Turun Tangan

Pada Pemilu 2004 terjadi mobilisasi massa untuk memilih di tempat pemungutan suara (TPS) di kompleks Al Zaytun. Pemungutan suara ulang sampai digelar. Sejumlah oknum aparat pun diperiksa terkait hal ini.

Maka, ketika pada hari-hari ini sejumlah nama tokoh politik pun mulai disebut-sebut punya keterkaitan dengan Al Zaytun, bisa jadi hal tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru.

Baca juga: Daftar Pejabat yang Pernah Sambangi Ponpes Al Zaytun

Presiden Joko Widodo telah meminta masyarakat bersabar menanti penanganan perkara Al Zaytun. Presiden telah membantah pula ada beking dari Istana untuk lembaga tersebut.

Akankah kali ini polemik dan kontroversi Al Zaytun mendapati titik terang akhir, apa pun itu?

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan:

Seluruh artikel harian Kompas yang disebut dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.
Share: