Hadits 9 Imam versi Android

Alhamdulillah, telah launching aplikasi Hadits 9 Imam di Android. Aplikasi ini sangat mudah, cukup search keywords yang ingin kita cari, maka akan dimunculkan hadits dan terjemahnya. Direferensikan pula hadits dari riwayat imam yang lain yang terkoneksi (jika ke 9 aplikasi ini di download semua) ketika membukanya.

Kabar baiknya semuanya gratis. SIlahkan download di sini:

1. Shahih Bukhari
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.bukhari&referrer=utm_source%3Dgoogle%26utm_medium%3Dorganic%26utm_term%3Dlink+girfa+esuit+hadits&pcampaignid=APPU_C5WNVL_xHImouwTcyIKYDA

2. Shahih Muslim
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.muslim

3. Musnad Ahmad
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.ahmad

4. Muwatho Malik
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.malik

5. Jami' at Tirmidzi
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.tirmidzi

6. Sunan Nasa'i
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.nasai

7. Sunan Abu Dawud
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.abudaud

8. Sunan Ibnu Majah
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.ibnumajah

9. Sunan Darimi
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.girfa.apps.book.darimi

Pihak Lidwa yang merasa ini database software ini berasal dari Hadits 9 Imam karyanya meragukan keaslian terjemahannya. Mereka berjanji akan menyediakan karya mere dalam versi Android di masa yang akan datang.

Share:

Memberi Wadah Film Pendek Indonesia

Film pendek masih asing bagi penonton di Indonesia. Padahal, di dalam negeri, produksi film pendek jumlahnya bisa mencapai lebih dari 300 film per tahun. Itu baru yang berbentuk film dokumenter. Belum lagi karya film pendek berjenis film cerita dan animasi.

Oleh: Lusiana Indriasari

Kanal Youtube menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang memproduksi film pendek agar karya-karyanya bisa ditonton orang. Cara lain adalah mengikutsertakan film mereka ke dalam festival-festival.

Di Indonesia, tercatat beberapa nama festival besar yang memberikan apresiasi terhadap film pendek, yaitu Apresiasi Film Indonesia, Festival Film Indonesia, Festival Film Bali Internasional, Jiffest, Bandung Film Festival, XXI Short Film Festival (SFF), dan lain-lain.

Di antara sekian banyak festival tersebut, XXI SFF merupakan ajang kompetisi film pendek terbesar di Tanah Air. Sejak mulai diadakan pada 2013, XXI SFF mampu menjaring banyak karya film pendek untuk dikompetisikan.

Tahun ini, festival film oleh jaringan bioskop terbesar di Indonesia ini telah tiga kali diadakan. Untuk kompetisi, panitia membuka pendaftaran bagi karya-karya film pendek pada 8 September-10 Desember 2014.

Selama empat bulan itu, sebanyak 641 karya film pendek telah masuk ke meja panitia, sebagian besar berupa film pendek fiksi naratif (471 film), film pendek dokumenter (108 film), dan film pendek animasi (62 film). "Untuk tahun depan, animo peserta bertambah dibandingkan tahun lalu yang hanya 423 film," kata Catherine Keng, Direktur XXI SFF 2015. Ketika pertama kali diadakan, festival ini mampu menyedot lebih dari 700 karya film.

Puncak penyelenggaraan festival akan dilaksanakan 18-22 Maret mendatang di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Pusat. Selama lima hari, panitia akan menggelar banyak kegiatan, salah satunya adalah memutar film pemenang kompetisi di 12 layar bioskop. Film pemenang kompetisi juga akan diputar streaming di internet.

Nauval Yazid, Direktur Program XXI SFF, mengatakan, pihaknya berupaya agar film-film hasil kompetisi bisa ditonton secara luas oleh masyarakat. Dari seluruh film akan diseleksi menjadi 10 finalis pada setiap kategori untuk mendapatkan penghargaan film pendek terbaik. Panitia telah membagi beberapa kategori, seperti Film Pendek Pilihan Media, Film Pendek Penghargaan Khusus Indonesian Motion Pictures Association, dan Film Pendek Favorit.

Gagasan baru
Festival film pendek XXI tidak melulu memutar film dan menggelar workshop. Kegiatan lima hari itu juga akan memberi kesempatan kepada para pembuat film, terutama dari kalangan muda, untuk mengikuti Pitching Forum. Di Pitching Forum ini mereka diminta mempresentasikan ide cerita film pendek. Ide-ide yang dianggap berkualitas akan mendapat dana pembiayaan untuk membuat film dari Cinema XXI.

Sebelum menampilkan gagasannya, para pembuat film ini diharuskan mengikuti workshop pembuatan film secara intensif selama dua hari, yaitu pada 19-20 Januari 2015. Dari workshop itu, panitia akan menyaring 10 peserta untuk ikut Pitching Forum. Tiga gagasan yang terpilih melalui forum tersebut akan diberi bantuan dana masing-masing sebesar Rp 10 juta untuk merealisasikan proyek mereka.

Pada puncak perayaan XXI SFF akan diputar film hasil Pitching Forum tahun sebelumnya. Ada tiga film yang akan diputar pada malam pembukaan XXI SFF 2015, yaitu Catur (Bandung), Listen (Jakarta), dan Potret (Yogyakarta). Selain itu, panitia juga akan memutar cuplikan film animasi Indonesia berjudul Battle of Surabaya karya STMIK Amikom Yogyakarta.

Nauval mengungkapkan, program festival tahun ini akan lebih padat, karena panitia menyediakan banyak kegiatan yang semuanya bisa diikuti secara gratis. Penonton bisa menyaksikan sejumlah film pendek berkualitas dari mancanegara yang dikemas dalam program International Shorts.

Mereka yang ingin mendapat ilmu dari sineas profesional bisa hadir di Program Focus On. Di sesi ini, Riri Riza sebagai sutradara akan membagikan pengalamannya membuat film.

Selain itu masih ada para pembuat film pendek profesional dari luar negeri yang akan ikut menjadi pembicara di program Masterclass.

Salah satu film yang menjadi sorotan pemutaran film di festival ini adalah film pendek berjudul Maryam karya Sidi Saleh. Maryam berhasil meraih penghargaan sebagai Film Pendek Terbaik di ajang festival film bergengsi dunia, yaitu Festival Film Venice ke-71 pada bulan Juni lalu. Maryam berkisah tentang pluralisme di Indonesia.

Sidi mengatakan, film pendek Indonesia sudah beberapa kali mendapat penghargaan di luar negeri. Namun, di Indonesia, film ini belum menjanjikan secara materi. "Kebanyakan film pendek dibuat hanya untuk memenuhi hasrat idealisme pembuat film itu sendiri," ujar Sidi.

Di luar negeri, film pendek sudah bisa mendatangkan uang. Karya-karya film pendek dalam bentuk omnibus (gabungan film pendek) mampu sejajar dengan film cerita panjang dalam hal perolehan uang.

Tingginya animo anak muda memproduksi film membuat panitia XXI SFF sepakat untuk mengadakan workshop film ke kantong-kantong komunitas film di enam kota, yaitu, Jakarta, Makassar, Lampung, Malang, Kupang, dan Denpasar.

Share:

Profesor Jadi VJ Dadakan

Berikut ini pesan sy di WA grup Komisi Infokom MUI, moga menginspirasi:

Pekan lalu bu profesor Amani Lubis (wasekjen MUI) kirim sms bhw dia sdg diajak jadi fasilitator penanganan penyakit kusta di Kalimantan dan Madura. Sy jawab, coba saja bu Amani ambil shot video pakai kamera yg di hp (syukur kalau hpnya IPhone). Gk usah banyak, cukup ambil shot dari bbrp sudut pandang dari acara yg diikutinya. Ya belajar jadi VJ (video journalis). Cara shootingnya yg sederhana tapi sistematis bisa baca di blog sy: ahmadie.me.

Rupanya bu Amani melakukan saran sy itu, dan hasil shootingnya bisa kami edit jd berita satu-dua menit. Kami tambahkan VT ilustasi ttg kusta yg sangat menyentuh (tersedia banyak di youtube). Bu Amani sendiri hanya tampil sebentar, diambil kutipannya saat presentasi bbrp detik. Memang ada kurangnya, sprt kualitas video yg pecah. Tp tak apalah, nanti ke depannya bu Amani bisa perbaiki.

Andai pengurus MUI punya kesadaran dan semangat sprt bu Amani, wah luar biasa perkembangan konten TVMUI. Bgmn menggerakkannya?

Share:

Aris Prasetyo: Berbagi Mimpi Melalui Film



JAMINAN materi dari jasa pembuatan video pernikahan tak mengikis panggilan jiwa Aris Prasetyo (35) untuk mengabdi di sekolah pelosok di antara ceruk perbukitan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Lewat media sinema, dia terbangkan angan dan cita bocah-bocah kampung yang semula tak mengenal bangku sekolah.

Oleh Gregorius Magnus Finesso

Awal 2008, Aris kaget mendapati tempat dia mengajar sebagai guru di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga, hanya punya dua ruang kelas dan 39 siswa. Lebih kaget lagi dia kala di sepanjang jalan di Desa Tanjungmuli, lokasi sekolah itu, banyak anak usia sekolah petentengan di jalanan.

"Setelah berbincang dengan guru lain, ternyata hampir 70 persen lulusan SD di sini tak melanjutkan ke SMP. Banyak siswa membantu keluarga menderes nira, merantau, dan yang perempuan, ya, menikah," ujar Aris.

Tunjungmuli terletak sekitar 20 kilometer timur laut pusat kota Purbalingga. Wilayah itu dikepung perbukitan di lereng Gunung Slamet. Akses jalan menuju desa itu buruk, terbentang jalan berbatu curam sepanjang lebih dari 5 kilometer.

Selain itu, latar belakang orangtua, yang umumnya penderes nira kelapa dan buruh pembuat bulu mata palsu berupah rendah, membuat anak-anak berpikir sekolah hanya buang waktu. Kondisi ini berlangsung sampai saat SMPN 4 Satu Atap didirikan pada 2007. SMP itu disebut "satu atap" karena menyatu dengan SD Negeri 2 Tunjungmuli.

Mendapati tantangan berat, Aris, lulusan Fakultas Seni Rupa Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, sempat berpikir ulang sebagai guru. Apalagi dia mempunyai usaha jasa pembuatan video pernikahan yang relatif laris di Purbalingga. Namun, dorongan istrinya, Ngafifah (31), guru Madrasah Ibtidaiyah di Tunjungmuli, melecut semangatnya. Apalagi ayahnya pun pensiunan guru.

Ayo bersekolah
Aris memantapkan tekad. Selain menjadi guru seni budaya dengan status wiyata bakti, dia merangkul anak-anak di sekitar sekolah. Berbekal kemampuan di bidang pengambilan dan sunting gambar video, dia mengusulkan sekolah mengadakan ekstra kurikuler (ekskul) film. Ia berharap film bisa menarik minat bocah di kampung itu bersekolah.

Setelah menjaring beberapa murid untuk bergabung, mereka langsung menggarap proyek film pendek. Dengan handycam dan laptop pribadi, Aris membimbing generasi pertama ekskul film SMPN 4 Satu Atap. Mereka membuat film pendek bermuatan pesan pentingnya bersekolah

"Di sini saya masukkan prestasi siswa kami. Saat itu tak banyak orang tahu bahwa ada siswa yang meraih juara pertama lomba lukis se-Purbalingga. Ada juga film pendek tentang ekskul film."

Begitu film berdurasi tak lebih dari 15 menit itu siap tayang, dia memasang layar tancap di lapangan seberang sekolah. Ternyata respons warga positif. Film "dadakan" ini mampu mendoktrin warga dan menyadarkan mereka pentingnya bersekolah.

Efeknya langsung terasa. Pada tahun ajaran berikutnya, jumlah siswa yang masuk SMPN 4 Satu Atap melonjak menjadi 129 siswa. Banyaknya peminat membuat ruang guru dijadikan kelas.

Sebagian anak mendaftar ke SMPN 4 Satu Atap karena ingin bergabung dengan ekskul film. Seperti Sakhirin (14), siswa kelas X yang mengatakan, "Dulu, aku mau sekolah biar bisa main film. Kan, enak dilihat banyak orang."

Namun, Aris menyeleksi ketat siswa yang masuk ekskul film. Salah satu syaratnya, berprestasi di kelas. "Pernah pada satu angkatan yang mendaftar 60 siswa, tetapi hanya tersisa 15 orang," tutur ayah dari Muhammad Faza Abdurrahman (5) dan Mahya Maryam Mayada (3 bulan) ini.

Dia pun menggandeng sejumlah guru untuk membantu. Kendati mahir membuat video pernikahan, ia mengaku tak menguasai ilmu sinematografi dan penyuntingan. Dia belajar bersama beberapa teman yang lalu membentuk Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga, komunitas insan perfilman lokal.

Prestasi
Tak hanya pikiran dan tenaga, peralatan yang digunakan untuk praktik membuat film juga diusahakan swadaya. Kurang puas dengan gambar hasil handycam, dia membeli kamera panggul seharga Rp 9 juta. Namun hasilnya belum optimal. Dia lalu meminjam kamera yang biasa dipakai untuk bisnis video pernikahan.

Ia terus mendorong anak asuhnya berprestasi. Pada 2009 dua film pendek dapat diselesaikan. Ide cerita, sutradara, pemeran, hingga penggarapan film berjudul Baju buat Kakek dan Sang Patriot itu dikerjakan para siswa.

Film Baju buat Kakek menyabet penghargaan Film Terbaik di ajang Festival Film Anak (FFA), sedangkan Sang Patriot menjadi juara harapan III pada Festival Film Remaja (FFR).

"Saya tekankan kepada anak-anak untuk mengangkat tema sehari-hari, dan mereka berhasil menemukannya," kata Aris.

Sejak dirintis tahun 2008, lebih dari 34 penghargaan film nasional dan internasional dikoleksi SMPN 4 Satu Atap. Ekskul ini juga melahirkan sutradara remaja berbakat, seperti Eko Junianto yang tak hanya bisa menyutradarai film pendek, tetapi juga membuat film animasi. Eko meraih anugerah Ki Hajar Award 2014 dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

Dari ekskul film pula perhatian publik datang. Mereka bisa memiliki gedung sekolah sendiri meski kondisinya belum optimal. Sekolah baru memiliki tiga ruang kelas dan satu ruang guru yang difungsikan sebagai kelas.

Ironis, karena saat awal membuka ekskul, Aris berharap siswa bertambah banyak. Namun, saat jumlah siswa membeludak, ruang kelasnya tak ada.

Aris yang berstatus guru wiyata bakti itu masih memiliki pekerjaan rumah, terutama karena biaya melanjutkan ke SMA relatif mahal bagi mereka. "Film hanya media, muaranya tetap pada peningkatan pengetahuan dan kualitas pendidikan siswa."

Dia pun mendorong anak-anak asuhnya menyisihkan sebagian uang hadiah kompetisi film untuk ditabung. Ia berharap tabungan beserta bunganya nanti bisa membantu saat siswa hendak masuk SMA.

"Sayang, jika bakat mereka musnah hanya karena tak bisa sekolah," kata Aris yang berusaha melatih siswa kreatif, inovatif, dan berani bermimpi.

—————————————————————————
Aris Prasetyo
* Lahir: Purbalingga, Jawa Tengah, 4 Juli 1979
* Pendidikan: S-1 Seni Rupa Murni ISI Yogyakarta 
* Pekerjaan: Guru  SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga 
* Penghargaan antara lain:
- Megawati Soekarnoputri Award  kategori Pahlawan Muda Bidang Seni dan Budaya
- Penghargaan untuk Ekskul Film SMPN 4 Satu Atap antara lain untuk  "Langka Receh" sebagai Film Pendek Terbaik Ke-2 Kids International Film Festival 2012, Penghargaan Khusus Festival Film Indonesia (FFI) 2012, dan ASEAN International Film Festival Awards  2013
- "Pigura" sebagai Film Pendek Terbaik Festival Film Remaja 2010 dan Penghargaan Khusus Dewan Juri FFI 2010
- "Baju buat Kakek  " sebagai Film Pendek Terbaik Festival Film Anak  2009
- "Sugeng Rawuh Pak Bupati" sebagai Film Pendek Terbaik Festival Video Edukasi 2014, Saga Movie Festival 2014, Ki Hajar Award 2014.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010546657

Share:

Program TVMUI


Program TVMUI

Pprogram Mimbar
Nama : Mimbar
Format : Ceramah monolog (usahakan berdiri)
Pemandu : Tanpa host
Siaran : Taping
Durasi : 25 menit
Uraian : Mimbar merupakan program acara ceramah monolog tentang ajaran Islam yang disampaikan seorang nara sumber dari MUI pusat maupun daerah. Setiap nara sumber membahas salah satu aspek ajaran Islam terkait tema-tema besar yang telah disusun, dengan mengutip ayat-ayat al-Qur'an atau hadits Nabi, yang diuraikannya secara jelas dan mudah dicerna oleh pemirsa awam. Dalam proses pengeditan, ceramah hasil rekaman dari nara sumber itu sedapat mungkin akan dilengkapi dengan cuplikan video atau gambar-gambar yang dapat mempermudah pemahaman pemirsa.

Tema-tema Program Mimbar:
Senin - Akidah/Keimanan
Selasa - Ibadah/Ubudiyah
Rabu - Muamalat/Sosial
Kamis - Akhlak/Ruhiyyat/Spiritualitas
Jumat - Dakwah/Jihad/Amar Makruf Nahi Munkar
Sabtu - Akhirat/Janji Ancaman/Surga/Neraka/Alam Kubur/Ghaibiyat
Ahad - Alam Semesta/Makhluk Satwa/Lingkungan

Share:

Lima Shot, Sepuluh Detik

Menurut Mindy McAdams, dosen senior Fulbright yang pernah mengajar di Indonesia, dalam cara standar pelajaran video shooting, seorang wartawan video pemula biasanya diperintahkan untuk merekam dalam format "wide, medium, dan tight" (rekaman format lebar, menengah, dan dekat). Itu berarti: Untuk setiap topik yang menarik diliput, ambil satu rekaman yang cukup jauh untuk memperlihatkan suasana sekitar secara menyeluruh (wide); ambil rekaman kedua yang cukup dekat untuk melihat apa yang terjadi (medium); ambil rekaman ketiga yang sangat dekat (tight).

Juru kamera pemula biasanya mengikuti petunjuk ini, tetapi menurut McAdams hasilnya tidak selalu baik. Masalahnya, setiap orang dapat menetapkan jarak "wide, medium, dan tight" tersebut secara berbeda-beda.

McAdams mengajukan metode lima-shot yang dinilainya akan lebih berguna bagi pemula. Dengan mengikutinya, para juru kamera pemula bisa menghasilkan gambar yang lebih baik. Akibatnya, upaya awal mereka dalam mengedit juga akan lebih baik. Mereka belajar lebih cepat untuk merekam video yang bermanfaat.

McAdams telah melatih banyak wartawan untuk menggunakan audio dan video sebagai sarana sederhana untuk bercerita dan meliput kegiatan.

Untuk pengenalan video editing, dia menggunakan video yang sudah diedit ini sebagai contoh (http://www.youtube.com/watch?v=X1F88mDW_oM).
Untuk informasi lebih lanjut tentang kamera yang dia pakai, lihat video contoh ini (https://www.jou.ufl.edu/faculty/mmcadams/video/index.html).

Selalu Ambil Lima Shot sebagai Satu Sekuen (Urutan)

Gambar-gambar di bawah ini menunjukkan bagaimana metode lima-shot diterapkan:
1) Tangan (tight, sangat dekat): Untuk latihan rekaman awal ini, tugas Anda akan mudah jika Anda memilih satu subjek yang bekerja dengan tangannya dan tinggal di satu tempat. Dengan rekaman super dekat terhadap gerakan tangan orang tersebut, Anda memiliki satu hal menarik untuk Anda buka atau Anda tunjukkan di awal.


2) Wajah (tight): Siapa yang melakukan pekerjaan yang kita lihat tangannya itu? Salah satu bagian penting dari cerita dalam sebuah video rekaman adalah menghadirkan pertanyaan pada pemirsa, dan kemudian dengan cepat menjawabnya. Tanya: Tangan siapa itu? Jawab: Orang ini - wajah ini?


3) Tangan dan wajah secara bersamaan (medium): Pertanyaan berikutnya di benak pemirsa adalah: Apa yang terjadi di sini? Sebuah shooting yang lebih luas dapat menjawab pertanyaan itu dengan sangat baik. Catatan: Wider (lebih lebar), tetapi tidak benar-benar wide (lebar). Untuk video online, buatlah kamera tetap menyorot dekat (close).


4) Di atas bahu (medium): Shooting ini tidak selalu dapat diambil dengan baik, karena kadang-kadang kita terlalu banyak mengambil bagian dari bahu itu, atau terlalu banyak bagian belakang kepala. Tapi dengan mencobanya kita terbantu belajar bagaimana bersabar, dan kadang-kadang kita juga bisa mengelola diri untuk mendapatkan shot yang sangat baik dari situ.


5) Sesuatu yang lain (seringkali tidak perlu wide): Setelah Anda punya lima shot tersebut di atas, bekerjalah dengan keras untuk mendapatkan angle kelima dan berbeda, terhadap subjek yang sama. Ini seringkali merupakan shot terbaik, menurut pengalaman saya. Anda dipaksa untuk berpikir kreatif. Misalnya, rendahkan kamera hingga dekat ke tanah (seperti yang saya lakukan di sini), atau berdirilah di atas kursi.
Dalam cerita kecil ini (perempuan membuat crepes kertas-padi di rumahnya), ada dua kegiatan lain yang terjadi. Ini dilakukan oleh seorang wanita yang kedua:


6) Wanita pembantu itu menaruh setiap crepes pada tampi rotan yang lebar. (Ketika tampi sudah terisi penuh, ia membawanya keluar untuk mengeringkan crepes itu di bawah sinar matahari, kemudian ia mengambil tampi baru untuk diisi dengan crepes yang lain.)


7) Setelah kamera menyorot kegiatan di tampi rotan, saya sadar bahwa saya membutuhkan shot yang dengan jelas menunjukkan bagaimana cara wanita pembantu tadi mengumpulkan setiap crepes menggunakan satu alat berputar yang terbuat dari empat tabung bambu.
Saya hanya membuat delapan shot untuk menceritakan kisah ini; salah satunya tak ada gunanya, jadi saya buang.

Saya berkonsentrasi pada wanita pembuat crepes, bukan pada wanita pembantunya. Saya tidak pernah menyorotkan kamera secara close-up pada wajah pembantu itu. Saya pun tidak mengikutinya ketika ia pergi ke halaman luar membawa tampi rotan yang siap dijemur (pada kenyataannya, itu dapat dijadikan subjek yang baik untuk sekuen lima shot kedua berikutnya).

Anda dapat men-download tujuh klip video yang belum diedit di sini:

MVI_3133.avi 44 detik. (38,8 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip1)
MVI_3135.avi 25 detik. (22,2 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip2)
MVI_3136.avi 28 detik. (25,6 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip3)
MVI_3137.avi 32 detik. (28,9 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip4)
MVI_3138.avi 17 detik. (15,5 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip5)
MVI_3139.avi 22 detik. (19.6 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip6)
MVI_3140.avi 16 detik. (14.2 MB)> di Vimeo (http://vimeo.com/macloo/clip7)


Ikuti Aturan 10 Detik

Untuk memastikan bahwa Anda dapat mengedit dengan mudah dan baik, usahakan agar Anda selalu menahan masing-masing shot setidaknya 10 detik. Anda harus benar-benar menghitung sampai 10, tapi cukup di hati, setelah Anda mulai merekam shot.

Shooting dimulai ketika Anda menekan tombol "Record" dan berakhir ketika Anda menghentikan sementara (pause) atau menghentikan perekaman.

Jangan menghentikan shooting hanya karena Anda mencapai hitungan ke-10. SERINGKALI Anda perlu menahan shooting lebih dari 10 detik untuk menangkap momen-momen adegan yang Anda butuhkan untuk bercerita melalui video. Aturan 10-detik itu batasan minimum.

Sebuah contoh yang baik dari itu bisa dilihat pada klip yang belum diedit ini (24 detik), di mana saya telah membingkai momen adegan secara sempurna tetapi saya perlu MENUNGGU sampai seluruh kegiatan utuh telah berhasil saya rekam. Dalam hal ini, kegiatan utuh dimulai sebelum si wanita pembantu berjalan ke tampi rotan (pada mark/tanda 15 detik), dan berakhir setelah ia berjalan pergi lagi:

(http://player.vimeo.com/video/20959653)

Anda lihat bagaimana klip dimulai dengan momen adegan yang sudah berlangsung - perempuan itu berada di tengah-tengah menempatkan crepe pada tampi. Momen adegan yang saya butuhkan untuk melakukan shooting yang baik (yang dapat dipotong menjadi suatu sekuen dengan mudah) hendaknya dimulai dari awal. Jadi saya hanya menahan shot saya, lalu menunggu, sementara perempuan itu berjalan pergi, mengumpulkan krep baru, dan kembali - yang memberi saya momen adegan yang lengkap.

Jika Anda berhasil menangkap momen adegan yang lengkap secara bersih, dengan beberapa detik yang dapat dipotong sebelum momen itu dimulai, dan beberapa detik lagi yang dapat dipotong setelah momen itu berakhir, Anda akan merasa sangat mudah untuk mengedit video Anda.

Mendapatkan Shot yang Sempurna Setiap Kali

Kadang-kadang pemula berpikir bahwa karena banyak shot dalam video yang diedit hanya 4 atau 5 detik, maka dia pikir akan baik-baik saja kalau dia menahan shot hanya selama 5 atau 6 detik. ITU TIDAK BENAR! Anda akan mendapatkan bahwa jika Anda merekam seperti itu, Anda akan memiliki banyak klip yang tidak dapat digunakan. Klip-klip itu dimulai terlambat (momen adegan sudah berlangsung) atau klip-klip itu berakhir terlalu dini (momen belum sepenuhnya selesai).

Rekaman seringkali menghasilkan beberapa bagian "goyang" di awal dan/atau di akhir. Itu harus dipotong. Jadi, bahkan ketika momen adegan sudah berakhir, JANGAN TERLALU CEPAT menekan tombol dan mengakhiri klip. Beri ruang bagi diri Anda untuk kemungkinan berbuat salah, goyang, atau melakukan gerakan buruk lainnya - sehingga kemudian Anda dapat memotong itu.

Shot-shot yang tidak sempurna (yang dimulai terlambat atau diakhiri terlalu awal) membatasi pilihan Anda dalam mengedit. Ketika pilihan Anda lebih terbatas, akan jauh lebih sulit untuk mengedit video Anda.

Jika terjadi sesuatu yang mengganggu hasil rekaman Anda sebelum 10 detik berlalu (mungkin ada orang yang tiba-tiba berjalan di depan Anda, menyembunyikan momen adegan yang sedang berlangsung), Anda tak perlu menekan tombol pause atau menghentikan perekaman. Namun, Anda harus memulai hitungan Anda dari awal lagi. Mulai lagi dari 1 dan menghitung diam-diam hingga hitungan ke-10, karena Anda memerlukan setidaknya 10 detik rekaman yang berkesinambungan pada kegiatan atau adegan untuk digunakan sebagai bahan baku dalam editing Anda.

Begitu pula jika Anda memindahkan kamera, Anda harus memulai lagi hitungan Anda dari 1 dan kembali menghitung sampai 10. Adanya suatu gerakan pada rekaman yang terjadi dalam rentang hitungan 10 detik akan merusak shooting yang bersih, 10 detik utuh dan solid yang perlu Anda dapatkan.

Itulah aturan 10 detik.

Sumber:
https://www.jou.ufl.edu/faculty/mmcadams/video/five_shot.html

Share: