Budi Satria Isman: Menebar Virus Wirausaha

Mr. Teto awalnya adalah sebuah warung sate dan soto yang dikelola alumnus sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Saat bergabung dengan komunitas wirausaha Smartpreneur tahun lalu, omzetnya sekitar Rp 1 juta per hari. Proses inkubasi dengan cepat melambungkan usaha ini. Dalam tiga bulan, omzetnya naik 700 persen. Penjualan sate kini mencapai Rp 16 juta per hari. Pencapaian ini didasari kerja keras, inovasi, dan perbaikan tanpa henti.

Oleh: Irma Tambunan

Budi Satria Isman (52) ada di balik perubahan besar itu. Pertama kali singgah ke warung sate milik Junaidi, Budi langsung jatuh cinta kepada rasanya. Sate itu memiliki tiga rasa berbeda yang unik: orisinal, manis madu, dan madu kelapa. Namun, satu hal masih mengganjal, warung itu kurang nyaman karena tidak berbeda dengan warung kaki lima pada umumnya.

Budi lalu membantu memoles usaha ini lewat rangkaian pelatihan di pusat inkubasi wirausaha Smartpreneur yang dia bangun sejak 2010. Proses bimbingan tersebut berlangsung singkat dan padat, mulai dari merancang usaha untuk lima tahun ke depan disertai berbagai analisis hingga membenahi usaha.

Caranya antara lain dengan perbaikan pemasaran, pengemasan produk, serta fokus penjualan. Dalam hal ini, mereka fokus pada layanan antar. Usaha tersebut pun berkembang pesat tanpa suntikan modal tambahan. Penjualannya kini mencapai sekitar Rp 500 juta per bulan.

"Tak masalah usahanya tukang sate, tetapi omzetnya mencapai setengah miliar rupiah per bulan," ujar Budi di Jambi, akhir Agustus lalu.

Mr Teto adalah salah satu contoh sukses wirausaha binaan Budi. Ribuan lainnya sudah dan akan melejit. Dari sekitar 8.000 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tumbuh dalam komunitas Smartpreneur, 50 persen di antaranya sukses berkembang.

Beberapa yang mulai menunjukkan keberhasilan antara lain usaha Rendang Coga dan Bumbu Ayam Goreng Rimbozz di Padang, Bawangkoe dan Nanou Greek Yogurt di Bandung, Beranda Bali dan Teras Bali di Semarang, serta Digibooks dan Bagoes Barbershop di Yogyakarta.

Menggalang solidaritas

Pemberdayaan UMKM adalah gairah hidup Budi. Dia meyakini kejayaan suatu bangsa akan tercapai dalam kemapanan tiga pilar, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Semua pilar itu masih menjadi persoalan besar di Tanah Air.

Gelisah melihat kondisi itu, Budi yang berada di puncak karier sebagai Presiden Direktur PT Sari Husada Tbk memutuskan pensiun dini pada usia 48 tahun. Budi terjun memberdayakan kalangan UMKM melalui yayasan yang dia bangun, ProIndonesia. Yayasan ini memberikan layanan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Budi juga membangun pusat inkubasi kewirausahaan, Smartpreneur. Dalam situs www.smartpreneur.net, siapa pun yang ingin atau tengah merintis usaha dapat bergabung untuk memperoleh dukungan, mulai dari pemberdayaan usaha, permodalan, hingga pemasaran. Para pemula juga lebih mudah mendapatkan suntikan modal dari para angel investor.

"Asalkan usaha yang mereka bangun memiliki keunikan dan segmen pasar yang jelas," ujar Budi.
Bisa dibilang Smartpreneur menjadi wadah bertemunya wirausaha dan investor. Di sinilah komunitas kewirausahaan terbangun.

Gerakan kewirausahaan sedang ia canangkan di delapan kota, yakni Jambi, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Kota-kota lain akan segera menyusul.

Di sini, Budi menggalang solidaritas pengusaha untuk turut memberdayakan para pemula. Bahkan, keran modal dari investor luar negeri pun dibuka demi memperkuat usaha mereka.

Budi juga membuat kurikulum dalam modul berjudul Smart Business Map (SBM). Modul ini menjadi acuan bagi kalangan UMKM. Pertumbuhan usaha anak didiknya pun cenderung pesat.

SBM lebih menekankan kepada proses dalam sebuah bisnis. Para pemula belajar untuk membentuk pola pikir yang benar dalam berwirausaha, membuat analisis usaha, memasarkan produk dan melakukan posisi usaha, serta mengelola keuangan secara efisien. Selama proses belajar, mentor secara berkala memantau perkembangan usaha binaannya.

Dari 8.000 UMKM yang dibina, tingkat keberhasilan pada tahun pertama mencapai setengahnya. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan statistik umum yang menyebutkan 85 persen wirausaha gagal pada tahun pertama. Penyebabnya, para pelaku tidak tahan dengan cobaan, bukan karena masalah tak punya modal.

Merintis bisnis

Budi lahir dari keluarga yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, bukan pebisnis. Almarhum ayahnya, Jakub Isman, adalah Rektor IKIP Padang (1973-1982). Namun, Budi telah akrab dengan usaha dagang sejak masih menjadi siswa SMA.

Minat berbisnis tumbuh seiring dengan pergaulan bersama teman-temannya yang berasal dari keluarga pedagang. "Di sekolah, saya sering jualan, mulai dari baju, sepatu, jam, hingga barang elektronik," katanya.
Jiwa bisnis semakin menguat saat dia duduk di bangku kuliah. Di Universitas Andalas, Padang, Budi membentuk PT Paramita Utama, usaha penjualan buku impor. Bisnisnya kemudian berkembang.

Pria yang pernah memperoleh indeks prestasi hanya 1,2 ini menyelesaikan pendidikan program S-1 dan S-2 di Amerika Serikat (AS) dalam waktu sekitar 2,5 tahun.

Dia kemudian membangun beragam usaha. Budi menjajaki penjualan semen, properti, pertambangan, makanan, perdagangan, hingga teknologi informasi. Sampai kini, terhitung sudah 20-an bisnis dibangunnya.
Budi meyakini bahwa siapa pun bisa berhasil membangun usaha. Kuncinya adalah berani untuk memulai, sabar menghadapi rintangan, dan disiplin menjaga mimpi hingga terwujud menjadi kenyataan. Mimpi sebesar apa pun dapat tercapai dari langkah-langkah kecil yang nyata.

—————————————————————————
Budi Satria Isman
♦ Lahir: Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 23 Maret 1962
♦ Istri: Shariffah F Alidrus
♦ Anak: Bayu, Irin, Bazli, Izzati, dan Basil
♦ Pendidikan:
- S-1 Administrasi Bisnis, The American University, Washington DC, AS, 1986
- S-2  Manajemen Organisasi, The George Washington University, Washington DC,  1987

♦ Buku: 7 Steps to Reach Your Dreams 
♦ Pengalaman kerja:
- Manager Operasional PT Paramita Utama Raya, Padang, Sumatera Barat, 1980
- Human Resources Advisor of Mobil Oil Exploration and Production, Dallas, AS, 1988-1989
- Mobil Oil Indonesia Inc, 1989-1990
- Shell Company Indonesia, 1990-1994
- Coca-Cola Amatil, 1994-2005
- Presiden Direktur PT Sari Husada Tbk, 2005-2009
- Direktur Danone Baby Nutrition Asia Pacific dan Wakil Presiden Danone Indonesia, 2007-2009
- Komisaris PT Sari Husada dan Danone Aqua, 2010
- Dewan Penasihat Danone Group of Indonesia, 2010-2011
- Mendirikan PT Mikro Investindo Utama (lembaga pemberdayaan UMKM), Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Mandiri ProIndonesia Foundation, dan Smartpreneur Entrepreneur Community

♦ Penghargaan:
- General Manager Terbaik Coca-Cola Amatil Indonesia, 1996
- Value Award  dari Royal Numico, Belanda, 2006
- Finalis Best CEO Award dari Majalah Swa, 2006
- Finalis Pimpinan Business Asia Terbaik dari CNBC AS, 2008
- CEO Award untuk CSR Terbaik dari PKPU Indonesia, 2010.
(Kompas cetak, 8/9/2014)
Share:

Tidak ada komentar: