Surat cinta dari Kompas: Kontroversi Al Zaytun

Weekly Newsletter KOMPAS
Rabu, 28 Juni 2023

Selamat petang, Ahmadie. Kontroversi terkait pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, kembali mencuat pada hari-hari ini. Sejatinya, persoalan serupa bukan kali pertama. Arsip Kompas mencatat sebagian di antara polemik dan bahkan kontroversi terkait Al Zaytun dan sosok Panji Gumilang, termasuk dugaan kaitan dengan Negara Islam Indonesia (NII). Apakah proses hukum dan politik kali ini bisa memberikan titik terang akhir?

***

SETIDAKNYA dua pekan terakhir, nama Pesantren Al Zaytun hilir mudik di aneka pemberitaan. Itu juga bukan kabar baik, karena yang terpicu kemudian adalah polemik, bahkan kontroversi.

Dalam catatan arsip Kompas, dugaan keterkaitan Al Zaytun dengan NII bukan kali ini saja mencuat. Salah satu momentum yang santer muncul di pemberitaan terjadi pada 2011.

Nama Imam pun muncul ke publik pada kurun waktu itu, seturut pengakuannya pernah menjadi Menteri Peningkatan Produksi NII Komandemen Wilayah 9 pada 1997-2007.

Baca juga: Panji Gumilang Dilaporkan Pendiri NII Crisis Center ke Bareskrim Polri

Panji Gumilang pada saat itu sempat membantah keterkaitan Al Zaytun dengan NII. Bahkan, dia menyebut bahwa NII sudah mati, yang itu diberitakan harian Kompas di edisi 6 Mei 2011.

Sosok Panji Gumilang dan keterkaitannya dengan NII kemudian diungkap pula oleh Sukanto dan dimuat di harian Kompas edisi 9 Mei 2011. Dia mengaku sebagai aktivis NII pada kurun 1996-2001.

Sukanto bertutur sejarah panjang NII di Indonesia, dari pola perekrutan dan pendanaan, hingga upaya infiltrasi ke partai politik. Dari Sukanto ini juga diketahui nama lain Panji Gumilang adalah Abu Toto.

Berentet pemberitaan itu mendorong kepolisian membentuk tim khusus menyelidiki dugaan keterkaitan Al Zaytun dan NII. Namun, kasus itu berhenti di tengah jalan.

Justru, kasus yang naik kemudian adalah dugaan pemalsuan tanda tangan Imam oleh Panji Gumilang terkait peralihan kepemimpinan Al Zaytun.

Yang menarik, saat itu pun sudah ada pengerahan massa balik dari Al Zaytun sebagai respons atas desakan banyak pihak untuk mengusut keterkaitan pesantren itu dengan NII.

Seperti deja vu saja ketika pada beberapa waktu lalu aksi massa berbalas kumpulan massa lebih besar dari Al Zaytun.

Pendidikan mahad terindikasi radikal dan sesat?
Satu sisi lain yang turut terseret-seret dalam kontroversi Al Zaytun adalah soal lembaga pendidikan formal yang ada di pesantren ini.

Baca juga: Polemik Ponpes Al Zaytun, Pemerintah Diminta Pikirkan Hak Santri

Pada 2012, Kementerian Agama sempat menyatakan bahwa pendidikan formal di Al Zaytun tidak terafiliasi dengan NII ataupun aktivitas Panji Gumilang yang diduga terkait NII.

Namun, belakangan penilaian ini tampaknya berubah. Meski belum sampai kategori yang mengarah ke dugaan terorisme, pendidikan di Al Zaytun mulai disebut memenuhi kriteria radikalisme.

Walau demikian, persoalan ini tidak juga sederhana. Setidaknya, pelaporan Al Zaytun ke Mabes Polri berbalas pelaporan balik oleh para wali santri.

Penistaan agama

Satu polemik yang baru belakangan muncul adalah dugaan penistaan agama. Kasus ini telah dilaporkan ke Mabes Polri.

Baca juga: Polri Selidiki Laporan Dugaan Penistaan Agama terhadap Pimpinan Ponpes Al-Zaytun

Ini terkait dengan sejumlah ajaran yang diduga dipraktikkan di Al Zaytun, antara lain mulai dari penataan shaf shalat berjamaah yang tidak sesuai syariat hingga dibolehkannya praktik zina meski menggunakan persyaratan tertentu.

Tak cukup hanya penindakan, juga butuh itikad politik
Bahkan sejak mencuat pada 2011, dorongan untuk mengungkap sebenar-benarnya wajah pesantren Al Zaytun sudah menyebutkan perlunya itikad politik dari semua pemangku kepentingan.

Penindakan semata diyakini tidak cukup, apalagi bila dugaan keterkaitan lembaga itu dengan NII terbukti. Apalagi, ada kasus lain yang cukup menampar publik pada Pemilu 2004, terkait Al Zaytun.

Baca juga: Babak Baru Kontroversi Ponpes Al-Zaytun: Mahfud Sebut 3 Langkah Penyelesaian, Polri Turun Tangan

Pada Pemilu 2004 terjadi mobilisasi massa untuk memilih di tempat pemungutan suara (TPS) di kompleks Al Zaytun. Pemungutan suara ulang sampai digelar. Sejumlah oknum aparat pun diperiksa terkait hal ini.

Maka, ketika pada hari-hari ini sejumlah nama tokoh politik pun mulai disebut-sebut punya keterkaitan dengan Al Zaytun, bisa jadi hal tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru.

Baca juga: Daftar Pejabat yang Pernah Sambangi Ponpes Al Zaytun

Presiden Joko Widodo telah meminta masyarakat bersabar menanti penanganan perkara Al Zaytun. Presiden telah membantah pula ada beking dari Istana untuk lembaga tersebut.

Akankah kali ini polemik dan kontroversi Al Zaytun mendapati titik terang akhir, apa pun itu?

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan:

Seluruh artikel harian Kompas yang disebut dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.
Share:

Tidak ada komentar: