Pentingnya Waktu Maghrib

Oleh: Syeikh Badiuzzaman Said Nursi

Saat waktu maghrib mengingatkan saat menghilangnya sejumlah makhluk yang indah dalam perpisahan yang menyedihkan di musim kemarau dan gugur karena mulai musim dingin. Ia juga mengingatkan saat manusia masuk ke dalam kubur ketika wafat dan berpisah dengan seluruh kekasih. Serta, mengingatkan kematian seluruh dunia dengan goncangannya dan perpindahan seluruh penghuninya menuju alam lain. Selain itu, ia mengingatkan kepada padamnya lentera negeri ujian ini. Ia adalah waktu yang memperingati orang-orang yang mencintai makhluk yang fana. 

Karenanya, manusia yang memiliki jiwa yang bersih laksana cermin yang terang yang secara fitrah menginginkan manifestasi keindahan Tuhan Yang Mahaabadi guna menunaikan shalat maghrib di saat seperti ini mengarahkan wajahnya ke arasy keagungan Zat Yang Maha tak bermula, abadi, dan Zat yang menata urusan alam ini. Ia mengucap Allahu Akbar di hadapan seluruh makhluk yang fana dengan melepaskan tangannya dari mereka, serta terus mengabdi kepada Tuhannya dengan berdiri tegak di hadapan-Nya. Lalu ia memuji kesempurnaan-Nya yang tanpa cacat, keindahan-Nya yang tak tertandingi dan rahmat-Nya yang luas dengan mengucap alhamdulillah. Ia kemudian mengucap, "Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan." guna memperlihatkan ubudiyahnya dan sikapnya yang memohon pertolongan kepada rububiyah Tuhannya yang tidak membutuhkan pembantu, kepada uluhiyah-Nya yang tak memiliki sekutu, serta kepada kekuasaan-Nya yang tak memiliki menteri. Ia melakukan rukuk guna memperlihatkan kelemahannya, ketidakberdayaannya, serta kefakirannya bersama seluruh entitas di hadapan kebesaran-Nya yang tak terhingga, di hadapan qudrat-Nya yang tak terbatas, serta di hadapan keperkasaan-Nya yang tak mengandung kelemahan. Iapun bertasbih menyucikan Tuhannya Yang agung dengan berkata, "Subhâna Rabbiy al-Azhîm (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung)." 

Setelah itu ia bersujud di hadapan keindahan Zat-Nya yang tidak akan hilang, di hadapan sifat-sifat-Nya yang suci yang tak pernah berubah, di hadapan kesempurnaan keabadian-Nya yang tidak berganti seraya menunjukkan cinta dan pengabdiannya dengan penuh kekaguman dan tawaddu' sambil meninggalkan segala sesuatu selain-Nya. Kemudian ia berkata, "Subhâna Rabîy al-A'lâ (Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi)." Ia menemukan Zat Yang Mahaindah, Mahaabadi, Mahakasih, dan Mahakekal sebagai ganti dari semua yang fana. Karena itu, ia menyucikan Tuhannya Yang Mahatinggi Yang bersih dari kesirnaan dan kekurangan. Setelah itu, ia duduk tasyahhud. Ia mempersembahkan penghormatan dan salawat yang baik untuk seluruh makhluk sebagai hadiah atas namanya kepada Zat Yang Mahaindah dan Mahaagung. Ia terus memperbaharui sumpah setianya kepada Rasul yang mulia dengan memberikan salam kepadanya seraya memperlihatkan sikap taat atas seluruh perintah-Nya. Iapun melihat keteraturan yang penuh hikmah dari istana alam ini untuk memperbaharui dan menerangi imannya seraya Ia bersaksi atas keesaan Sang Pencipta Yang Mahaagung. 

Kemudian ia bersaksi atas sosok yang menunjukkan kekuasaan rububiyah-Nya, penyampai hal-hal yang diridhai-Nya, serta penerjemah ayat-ayat kitab alam yang besar ini; yaitu Muhammad saw. Betapa suci melaksanakan shalat magrib dan betapa agung menunaikan tugas dengan kandungan makna di atas! Betapa ia merupakan kewajiban yang sangat mulia dan nikmat! Betapa ia merupakan ubudiyah yang sangat indah dan menyenangkan! Betapa ia merupakan hakikat yang serius! Begitulah kita melihat bagaimana ia merupakan bentuk persahabatan yang mulia, majlis penuh berkah, serta kebahagiaan yang kekal di dalam jamuan fana semacam ini. Layakkah orang yang tidak memahami hal ini menganggap dirinya sebagai manusia?!

(Kutipan dari Kalimat ke-9 di kitab "al-Kalimat" karya Ustadz Badiuzzaman Said Nursi)
Share:

Tidak ada komentar: