Selamat Tinggal Pasal Penodaan Agama: Perbandingan KUHP Lama dan RUU KUHP Baru

Hari-hari belakangan ini, kita sedang diramaikan oleh isu Ma'had Al Zaytun dengan tokoh utamanya Syaykh Panji Gumilang. Terdapat banyak isu di dalamnya, dan yang menyita perhatian adalah masalah pemahaman keagamaan Panji Gumilang yang kontroversial dan difatwakan sesat oleh sebagian orang/kelompok. 

Bahkan, kontroversi Al Zaytun kini berujung pada pelaporan Panji Gumilang kepada pihak berwajib bahwa dia telah melakukan kasus penodaan agama dengan mengacu pada pasal KUHP. Sebaliknya, Panji Gumilang mengajukan gugatan perdata dan pidana kepada MUI dan salah seorang pimpinannya.

Dalam Undang-Undang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatur tindak pidana di Indonesia, terdapat pasal yang kontroversial mengenai penodaan agama, yang telah menjadi sumber perdebatan dan kontroversi selama beberapa waktu. 

Pasal penodaan agama dalam KUHP lama (Pasal 156a) telah menjadi dasar pengadilan beberapa kasus yang melibatkan tuduhan penistaan agama di Indonesia sebelum penggantian pasal tersebut dalam RUU KUHP baru. Beberapa kasus penodaan agama yang terkenal di Indonesia termasuk kasus Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), mantan Gubernur DKI Jakarta, yang dihukum karena dituduh menistakan agama dalam pidato politiknya pada tahun 2016.

Namun, dengan adanya Rancangan Undang-Undang KUHP baru yang belum diresmikan, pasal penodaan agama tersebut mengalami perubahan dan diganti dengan pasal yang menekankan tindakan terhadap agama. Dalam artikel ini, kita akan membahas perbedaan antara pasal-pasal terkait agama dalam KUHP lama dan RUU KUHP baru.

*KUHP Lama*

Pasal penodaan agama dalam KUHP lama, yaitu Pasal 156a, telah menjadi subjek perdebatan dan kontroversi di Indonesia. Pasal ini menyatakan bahwa "Barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia." Pasal ini memiliki sanksi pidana yang berat, yaitu penjara hingga lima tahun. Banyak kritik muncul terhadap pasal ini, dengan beberapa pihak berpendapat bahwa pasal tersebut melanggar kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi.

*RUU KUHP Baru*

Dalam Rancangan Undang-Undang KUHP baru yang belum diresmikan, pasal penodaan agama diganti dengan pasal tindakan terhadap agama. Pasal ini menekankan tindakan yang melanggar hak-hak konstitusional individu dalam menjalankan keyakinan agamanya. RUU KUHP baru mengatur bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang merendahkan, mendiskriminasi, atau memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya atau menganut agama tertentu, dipidana dengan pidana penjara." 

Pasal ini juga mencantumkan sanksi tambahan bagi mereka yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk melanggar hak-hak individu dalam konteks agama.

*Perbedaan Utama*

1. Terminologi yang digunakan: KUHP lama menggunakan istilah "penodaan agama", sedangkan RUU KUHP baru menggunakan istilah "tindakan terhadap agama". 

Perubahan istilah ini menggambarkan pergeseran fokus hukum dari perlindungan suatu agama menjadi perlindungan hak-hak individu dalam menjalankan keyakinan agamanya.

2. Pendekatan yang lebih luas: RUU KUHP baru mencakup tindakan yang merendahkan, mendiskriminasi, atau memaksa orang lain untuk meninggalkan atau menganut agama tertentu. 

Ini mencerminkan upaya untuk melindungi kebebasan beragama dan memperkuat hak-hak individu, dengan melarang segala bentuk tindakan yang menghina, merendahkan, atau memaksa orang lain dalam urusan agama.

3. Sanksi tambahan: RUU KUHP baru juga mencantumkan sanksi tambahan bagi mereka yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk melanggar hak-hak individu dalam konteks agama. 

Ini menunjukkan adanya penekanan yang lebih kuat terhadap perlindungan individu dan penghormatan terhadap kebebasan beragama. Dengan memperketat sanksi terhadap penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan, RUU KUHP baru berupaya mencegah tindakan-tindakan yang mengancam kedamaian dan keberagaman agama di Indonesia.

4. Perlindungan hak asasi manusia: RUU KUHP baru mengakui hak asasi manusia sebagai prinsip fundamental dalam hukum pidana. Pasal-pasal terkait agama dalam RUU KUHP baru didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi. 

Hal ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya menghormati hak-hak individu dan menghindari pelanggaran terhadap kebebasan beragama.

5. Pengaturan yang lebih jelas: RUU KUHP baru menyajikan pengaturan yang lebih jelas dan rinci mengenai tindakan terhadap agama. Pasal-pasal terkait agama dalam RUU KUHP baru memberikan batasan yang lebih jelas tentang tindakan-tindakan yang dianggap melanggar hak-hak individu dalam konteks agama. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan dan interpretasi yang ambigu.

6. Pemahaman dan pemikiran keagamaan: Dalam RUU KUHP baru, tidak ada ketentuan yang secara khusus mencakup perkara-perkara terkait perbedaan pendapat dalam menafsirkan kitab suci dan pemahaman keagamaan sebagai bagian dari tindakan terhadap agama. RUU KUHP baru lebih berfokus pada perlindungan terhadap hak-hak individu dalam menjalankan keyakinan agama mereka dan melarang tindakan-tindakan yang merendahkan, mendiskriminasi, atau memaksa orang lain untuk meninggalkan atau menganut agama tertentu.

Namun, penting untuk dicatat bahwa RUU KUHP baru mengakui pentingnya kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, dalam konteks interpretasi kitab suci dan pemahaman keagamaan, diharapkan akan ada penghargaan terhadap perbedaan pendapat yang wajar dan toleransi terhadap keragaman keyakinan agama.

Dalam praktiknya, isu-isu yang berkaitan dengan perbedaan pendapat dalam menafsirkan kitab suci dan pemahaman keagamaan cenderung ditangani melalui dialog, debat keagamaan, diskusi akademis, dan forum-forum lainnya yang memungkinkan pertukaran pandangan dan pemahaman yang sehat. Hal ini merupakan bagian dari kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi yang diakui dalam RUU KUHP baru.

*Kesimpulan*

Perbandingan antara pasal-pasal terkait agama dalam KUHP lama dan RUU KUHP baru menunjukkan perubahan dalam pendekatan hukum terhadap isu penodaan agama. RUU KUHP baru memperkuat perlindungan hak-hak individu dalam menjalankan keyakinan agama mereka, dengan mengganti istilah "penodaan agama" menjadi "tindakan terhadap agama" dan memperketat sanksi terhadap penggunaan kekerasan. 

RUU KUHP baru juga lebih jelas dan rinci dalam mengatur tindakan-tindakan yang dianggap melanggar hak-hak individu dalam konteks agama. Dengan demikian, diharapkan RUU KUHP baru dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap kebebasan beragama dan menghormati hak asasi manusia di Indonesia.

Perlu diingat bahwa RUU KUHP baru belum diresmikan dan dapat mengalami perubahan sebelum menjadi undang-undang. Karena itu, isu-isu yang spesifik seperti perbedaan pendapat dalam menafsirkan kitab suci dan pemahaman keagamaan dapat terus dibahas dan diperhatikan selama proses pengesahan RUU KUHP baru.

(Ahmadie Thaha/Pengasuh Ma'had Tadabbur Al-Qur'an, anggota Majelis Syura PUI, pengurus MUI)
Share:

Tidak ada komentar: