Menghindari Permusuhan

Said Nursi, seorang tokoh pemikir Islam asal Turki, menulis anekdot kisah dirinya dalam kitabnya, al-Maktubat (halaman 448-450). Dia mengaku pernah mengalami suatu kasus yang pantas untuk direnungkan. 

Suatu hari, Said Nursi melihat ilmuwan mengkritik seorang ulama sampai-sampai bersikap ekstrem berani mengafirkannya. Kritiknya itu dipicu oleh perselisihan di antara keduanya dalam soal politik. 

Namun, ini yang membuat Said Nursi begitu kecewa: pada waktu yang sama, sang ilmuwan justru memuji seorang munafik yang memiliki kesamaan pandangan politik dengannya. Si ulama dibenci, sementara si munafik dipuji, hanya karena perbedaan sikap politik.

Said Nursi mengaku, peristiwa tersebut benar-benar menggoncang dirinya, sampai-sampai dia melontarkan perkataan yang sebetulnya kurang pantas:
أعوذ بالله من الشيطان والسياسة.
"Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan dan fitnah politik." Sejak saat itu pula, Said Nursi menarik diri dari kancah politik. Seolah-olah politik itu musuh seperti setan, padahal tidak demikian halnya.

Kisah ini mencerminkan pandangan Said Nursi terhadap bahaya permusuhan serta fitnah politik partisan dalam kehidupan pribadi siapa saja. Padahal, politik tidaklah buruk semuanya, asalkan tidak dikotori dengan permusuhan.

Said Nursi menggambarkan permusuhan sebagai sesuatu yang dapat merusak hakikat hidup, dan dia menekankan betapa penting bagi kita menghindarinya. Buanglah jauh-jauh permusuhan dari diri kita, sekecil apa pun bentuknya.

Al-Hâfizh Syirazî disitirnya berkata, "Sesungguhnya dunia beserta isinya bukanlah barang berharga yang pantas diperselisihkan." Said Nursi mengajak kita untuk merenungkan bahwa bahkan dunia yang besar sebenarnya tidaklah sebanding dengan konflik kecil.

Dalam pandangannya, kedamaian dan keselamatan tergantung pada perlakuan baik terhadap kawan dan bijaksana terhadap lawan. Termasuk di bidang politik, yang seolah mesti selalu didasari permusuhan demi kemenangan.

Said Nursi juga menekankan bahwa memaafkan dan berlaku adil terhadap lawan merupakan kunci untuk mempertahankan kedamaian.

Meskipun Said Nursi menyadari bahwa terkadang sulit untuk menghindari permusuhan, dia menunjukkan bahwa kesadaran akan kesalahan dan kekurangan dapat menjadi bentuk taubat maknawi. 

Penyesalan yang dirasakan meski hanya secara tersirat, dan permohonan ampun atau istigfar maknawi, itu dianggapnya cukup dijadikan sebagai langkah menuju pembebasan dari akibat buruk permusuhan.

Melalui kisah pribadinya tadi, Said Nursi menyoroti fitnah politik dalam mengubah pandangan dan tindakan seseorang. Pengalamannya melihat seorang ilmuwan membenarkan orang munafik hanya karena adanya kesamaan pandangan politik membuat Said Nursi berujar, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan dan fitnah politik." Ia pun saat itu memilih untuk menjauh dari kancah politik sebagai respons terhadap kesalahan moral tersebut.

Secara keseluruhan, Said Nursi mengajak kita untuk menghindari permusuhan, mengutamakan kedamaian, dan menyadari dampak negatif politik pada pandangan dan perilaku. Kisah dan ajarannya menjadi panggilan untuk menjaga hati dari sifat permusuhan dan godaan politik demi keharmonisan hidup. (Ahmadie Thaha, Ma'had Tadabbur al-Qur'an)
Share:

Tidak ada komentar: