Masjid Mayor di Granada

Catatan Safari Dakwah Cholil Nafis di Eropa.

Tempatnya persis di seberang istana Alhambra. Di depan gereja, merupakan sebuah pelataran populer yang dikenal dengan Plaza Mirador San Nicolas. Jika sore hari, ratusan pengunjung akan memadati kawasan ini untuk menikmati warna merah menawan Alhambra di waktu senja dan malam hari.

Misteri Menara Putih
Menara putih, menjulang tinggi berada tepat diujung jalan Calle Espaldas de San Nicolas merupakan sebuah masjid. Gerbang pintu masjid tak begitu lebar. Tertera di dinding pembatas gerbang sebuah tulisan "Mezquita Mayor de Granada" atau Masjid Jami' Granada. Begitu masuk gerbang, kesan damai, rindang, dan tenang seolah hendak menyapa kami. Kontras dengan suasana riuh gemuruh ratusan wisatawan yang berada di pelataran gereja. Taman berukuran kecil menghiasi pelataran masjid. Air mancur di tengah taman seolah ingin memecah keheningan pagi menjelang siang.

Sekilas, bentuk mihrab masjid ini menyerupai Mezquita Cordoba, namun didesain lebih sederhana. Warna emas mendominasi kubah mihrab lengkap dengan kaligrafi dan dekorasi berbentuk geometri. Ruang inti masjid cukup luas untuk menampung sekitar ratusan jama'ah. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menawarkan program kursus Bahasa Arab, baik bagi Muslim atau non-Muslim.

Yang paling mencolok dari masjid ini adalah menara putih bergaya Mudejar dan terlihat menjulang tinggi diantara bangunan lainnya. Dihiasi dengan kaligrafi Arab Kuffic, seakan ingin mempertahankan identitas asli yang memang sudah mengakar di distrik Albayzin. Sang imam harus menaiki sekitar 59 tangga untuk sampai ke menara. Lantunan adzan dari menara ini akan langsung sampai ke Alhambra, istana termegah yang pernah dibangun umat Muslim di benua biru, Eropa, beberapa abad silam.

Memori umat muslim Granada yang telah mengakar selama delapan abad di Semenanjung Iberia seolah terkubur dan hampir musnah. Identitas sebagai muslim sengaja disembunyikan untuk mendapat pengakuan sebagai warga negara Spanyol selama bertahun-tahun, Sampai ketika masjid ini secara resmi didirikan atas sebuah gagasan dari Syeikh Abdulqadir Al-Sufi, pendiri Murabitun World Movement. Ia lahir di Scotlandia tahun 1930, dan resmi menjadi mu'allaf di tahun 1967.

Lima abad, identitas Muslim dan semua yang berbau Arab, baik bahasa, tradisi, makanan sampai baju, dilenyapkan oleh pasukan Kristen. Namun, dengan berdirinya masjid ini, seakan semua-nya kembali. Masjid inilah yang kemudian menjadi simbol pertama keberadaan kaum muslim di Granada sejak 1492. Setelah hampir 22 tahun, melalui bermacam kontroversi dan penolakan dari pemerintah Granada, masjid putih dengan arsitektur gabungan antara Mezquita di Cordoba dan Masjid Al-Aqsa di Jerussalem kembali berdiri kokoh.

Rasa-rasanya masjid ini bukan sebatas bangunan biasa untuk beribadah, namun lebih dari itu. Bangunan ini seperti mempunyai ruh, sehingga mampu mengembalikan romantisme kegemilangan peradaban muslim Andalusia ketika itu. Meskipun, nyatanya, Granada sekarang bukanlah Granada beberapa abad silam.

Memori umat muslim Granada yang telah mengakar selama delapan abad di Semenanjung Iberia seolah terkubur dan hampir musnah. Identitas sebagai muslim sengaja disembunyikan untuk mendapat pengakuan sebagai warga negara Spanyol selama bertahun-tahun.

Saat saya memasuki masjid Mayor ini awalnya terkunci. Beberapa saat, nampak seorang bule, memakai pakaian yang rapi menyapa.  Namanya Bashir Cadtineria berasal dari Penduduk aetempat.  Ternyata dia merupakan direktur masjid Jami' Granada. Ia seorang muallaf muda sekita umur 30-an tahun. Sambil bercakap-cakap sebentar, dia kemudian bercerita tentang masjid di Granada, bahwa masjid itu adalah satu-satunya di Granada. Ada tempat lain cuma seperti mushallah. Saya dipersilahkan masuk masjid untuk shalat tahyatal masjid. Kemudian diajak berbincang tentang Masjid dan umat Islam di Spanyol, khususnya di Granada.

Bashir bercerita, bahwa masjid Mayor ini juga dijadikan sebagai pusat kajian Islam yang bertujuan untuk mengenalkan peradaban Islam yang toleran dan moderat. Ruangannya terpisah dengan bangunan masjid, tepatnya berada di lantai bawah. Hall ini terdiri dari perpustakaan, ruang kelas dan ruang konferensi.

Kini, Masjid Jami' Mayor Granada menjadi rumah bagi sekitar lima ratus muslim yang berada tak jauh dari distrik Albayzin. Kehadirannya digambarkan sebagai kembalinya peradaban Muslim di Granada. Bukan untuk mengambil kembali kekuasaan, namun untuk menyuarakan bahwa mereka juga termasuk warga negara Spanyol yang selama ini diasingkan.  Bahwa Islam bukan penjajah dan bukan haus darah, tetapi Islam mengajarkan acara hidup yang sesuai fitrah manusia. Mudah-mudah para muajahid ini sukses di medan perjuangannya di negeri Matador.

Share:

Tidak ada komentar: