Sofjan Wanandi: Betul-betul Saya Enggak Pernah 'Segila' ini

 

Pengusaha gaek Sofjan Wanandi blak-blakan ngaku mati-matian membela dan mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014 yang baru lalu. "Betul-betul saya enggak pernah 'segila' ini sejak Pemilu 1971," katanya dalam wawancara dengan Kompas (28/8/14).
 
"Saya sampai tidak bisa tidur. Tidak bisa tenang menghadapi persaingan ini. Bahkan, saya tidak pernah berdoa sebanyak saat itu karena takut dan panik, ha-ha-ha," kata anggota timtes Jkw-Jk itu ketawa, mungkin karena capres pasangannya menang.
 
"Saya ini hanya ingin Indonesia mempunyai harapan baru menjadi negara lebih maju," katanya. Tapi apa tujuannya tulus? Wallahu a'lam, namanya juga dia pengusaha. Berikut wawancaranya di Kompas.
 
PEMILIHAN Umum Presiden 2014 usai sudah, dan kini Joko Widodo-Jusuf Kalla tinggal menunggu dilantik sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019 pada 20 Oktober mendatang.
 
Kemenangan Jokowi-JK dalam pilpres, selain peran besar dari partai politik pendukung dan relawan, yang tak bisa dinafikan juga adalah adanya dukungan dari para pengusaha. Kehadiran ketiga elemen yang saling melengkapi ini menjadi kekuatan besar yang sulit dibendung.
 
Sofjan Wanandi (72) merupakan salah satu pengusaha yang berperan. Dia bahkan mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang tidak senang karena dianggap sangat berperan besar. Kini, dia pun mendapat pengawalan melekat untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.
 
Berikut wawancara Kompas dengan Sofjan, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, tentang hiruk-pikuk Pilpres 2014 dan harapannya pada pemerintahan mendatang.
 
Apa catatan Bapak tentang Pilpres 2014?
 
Pemilu Presiden 2014 sungguh luar biasa, menguras tenaga dan pikiran. Banyak intrik. Perlu berbagai strategi, termasuk menangkal kampanye negatif maupun kampanye hitam.
 
Serangan darat dua pekan terakhir dan serangan udara di dunia maya dari para relawan menjadi kekuatan kita. Tapi, yang utama adalah kekuatan rakyat.
 
Ada tuduhan, saya ini adalah orang yang ikut "mengawinkan" pasangan Jokowi-JK. Padahal, saya melihat sendiri, kekuatan luar biasa itu adalah kekuatan rakyat. Itu terlihat di pengujung kampanye, seperti Konser Dua Jari di Gelora Bung Karno. Begitu juga semangat relawan yang memainkan serangan udara melalui media-media sosial ataupun media massa.
 
Ada ancaman?
 
Sampai sekarang, ancaman berseliweran. Sekarang ini, saya diberikan pengawalan. Pusing juga. Tapi, ya, mau gimana lagi?
 
Tapi, apa pun, ini harapan baru. Buat saya, ini adalah akhir dari perjalanan berpolitik. Betul-betul saya enggak pernah "segila" ini sejak Pemilu 1971. Dulu tahun 1971, saya tergila-gila juga ikut bergerak dengan membuat badan pemenangan pemilu dan mendorong Golkar supaya mendapatkan nama yang baik dalam politik. Saya ini hanya ingin Indonesia mempunyai harapan baru menjadi negara lebih maju. Saya sampai tidak bisa tidur. Tidak bisa tenang menghadapi persaingan ini. Bahkan, saya tidak pernah berdoa sebanyak saat itu karena takut dan panik, ha-ha-ha.
 
Apa yang perlu dilakukan Jokowi-JK?
 
Saat ini ada yang usul menghapuskan kementerian. Mereka berpikir terlalu gampang. Kita tidak bisa begitu saja memecat pegawai negeri. Ini hanya akan mencari perkara baru. Tidak segampang itu merombak susunan kabinet.
 
Jokowi dan JK pun perlu berkomunikasi intensif untuk menyusun kabinet yang kuat. Paling tidak, kalangan partai politik tetap perlu dicari terlebih dulu, tetapi orangnya harus yang paling the best, sikapnya profesional, dan betul-betul punya kapabilitas.
 
Kedua, orang-orang pemerintahan saat ini yang betul-betul baik kinerja dan kapabilitasnya. Lihat benar rekam jejaknya.
 
Ketiga, barulah melihat tokoh-tokoh masyarakat, tokoh daerah, ataupun intelektual yang terbaik. Faktor kebinekaan dan latar belakang agama juga perlu dipertimbangkan. Begitu pula dengan porsi laki-laki dan perempuan.
 
Mencari seorang menteri itu seperti kita merekrut chief executive officer (CEO). Kita perlu melihat orang yang betul-betul mau bekerja dan pintar. Biasanya mereka ini bukan orang yang mau menawar-nawarkan diri menjadi menteri.
 
Mereka yang menawar-nawarkan diri itu biasanya broker-broker, tidak punya rekam jejak yang bisa dipercaya. Orang hebat itu biasanya tidak mencari-cari pekerjaan, apalagi menawar-nawarkan diri.
 
Jokowi dan JK sendiri yang harus mencari orang-orang yang tepat duduk sebagai menteri. Di perusahaan, biasanya menggunakan head hunter untuk mencari pimpinan. Tidak pernah orang-orang itu menonjolkan diri, meminta-minta pekerjaan.
 
Saya punya kekhawatiran bahwa kalau harapan publik, terutama yang muda-muda, tidak tercapai oleh pemerintahan mendatang, negara ini akan berada dalam kegagalan.
 
Kalau partai-partai di luar koalisi pemerintah memiliki sikap-sikapnya sendiri, seperti tidak mau bersatu-padu, negara juga akan sulit.
 
Sebenarnya ada partai yang sudah ingin bergabung, tetapi ada sedikit keberatan karena pemerintahan Jokowi-JK akan sungguh-sungguh membersihkan mafia minyak. Tetapi, saya percaya, sikap partai itu bisa berubah. Dengan demikian, kita bisa betul-betul membersihkan negara ini dari para mafia minyak.
 
Inilah waktunya bagi Jokowi-JK untuk mulai bekerja demi memuaskan hati rakyat. Selesailah mengungkapkan rasa terima kasih atas dukungan rakyat.
 
Kini saatnya mengembalikan kepercayaan mandat rakyat melalui kerja-kerja yang efisien untuk meneruskan pembangunan bangsa dan menyejahterakan rakyat.
 
Jokowi-JK sebagai presiden dari kalangan sipil dan seluruh jajarannya juga perlu mulai memperhatikan manajemen waktu. Revolusi mental harus dimulai dari atas dengan cara menghargai dan menepati waktu.
 
Jokowi-JK juga tak mungkin menyenangkan semua orang. Pasti ada prioritas. Namun, keduanya tidak boleh kehilangan "roh" kerakyatannya.
 
(Stefanus Osa/M Hernowo/Sutta Dharmasaputra)
Share:

Tidak ada komentar: