Mana Lebih Penting, Undang-Undang Kesetaraan Gender atau Undang-Undang Waris?

Mana lebih penting, Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) atau Undang-Undang Waris? Saat ini di Komisi VIII DPR sedang diperjuangkan RUU Gender, terutama oleh anggota DPR aktivis perempuan atau yang didukung oleh para aktivis perempuan. Tadi malam rekan-rekan pimpinan PUI membahas soal ini, dengan kesimpulan, RUU Gender tak ada gunanya. Yang lebih penting justeru RUU Hukum Waris. Kenapa?

Bu Mimi dkk dari Wanita PUI ternyata sudah lebih dulu mengupas RUU KKG itu dalam rapat khusus di UI. Kesimpulannya, itu tadi, RUU Gender tidak perlu. Bu Mimi lalu membagikan beberapa eksemplar majalah Gontor yang membuat liputan utama tentang RUU KKG , dengan mengacu pada RDP Komisi VIII dengan beberapa tokoh perempuan dari ormas perempuan Islam. Isinya sama: menolak RUU KKG. JIka Anda search di Google tentang RUU KKG, Anda pasti menemukan banyak pihak yang menolaknya. Intinya, banyak isi RUU ini bertentangan dengan Islam.

Sementara pak Rifai, wakil ketua Majelis Syura PUI, punya alasan lain. Dia memperlihatkan print-out dari buku "Benchmarking National Legislation for Gender Equality: Findings from Five Asian Countries" karya Hasna Cheema yang diterbitkan UNDP. Isinya laporan tentang penerapan sejumlah peraturan menyangkut gender di lima negara Asia. Laporan tentang Indonesia dimuat di bab 2, "Discriminatory Laws Hold Back Women in Indonesia," yang menunjukkan bahwa negeri kita sudah melaksanakan sebagian besar indikator pemihakan pada perempuan yang ditetapkan dalam CEDAW. Kesimpulannya di hlm 16:

Overall, Indonesia has achieved full compliance with 
61 of 113 indicators, partial compliance with eight 
indicators and is non-compliant with respect to the 
remaining 44 indicators. Some of the barriers that 
contribute to legislative non-compliance with CEDAW 
benchmarks include: interpretation of religion, gender 
stereotypes and harmful customs. This may explain 
why Indonesia has not legislated against: unequal 
inheritance rights; unequal roles of husband and wife 
as defined by its 1974 Marriage Law; discriminatory 
rules of proof; fault based divorce system; 16 years as 
minimum age of marriage for girls and court’s duty to 
promote reconciliation in divorce cases.

Karena itu, menurut pak Rifai, kita tidak perlu lagi UU KKG. Berbagai Undang-Undang dan peraturan di Indonesia sudah mendukung pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang ada dalam CEDAW. Sebagaimana kita ketahui, RUU KKG diusulkan di DPR untuk disahkan jadi UU, dengan maksud untuk mendukung pelaksanaan CEDAW. Nah, karena hingga tahun 2010 saja, sebagian besar indikator penentu keberhasilan pemihakan pada perempuan sudah terlaksana dengan baik di Indonesia.

Lantas saya bilang, sesungguhnya kita lebih memerlukan UU Hukum Waris yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar warga Indonesia. Bukankah kita semua dipastikan bakal meninggal dunia? Nah, hukum warislah yang akan menentukan bagaimana harta milik kita yang kita tinggalkan di dunia mesti dibagi-bagi kepada mereka yang berhak. Hingga saat ini, Pemerintah belum memberikan perlindungan yang layak dan adil bagi warganya menyangkut pewarisan tersebut, melalui penerapan peraturan yang mengikat bagi semua pihak.

Sampai saat ini, masalah hukum waris memang sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hakim-hakim di Pengadilan Agama khususnya, mengacu pada KHI ini dalam memutuskan perkara waris. Alasannya, ya itu tadi, kita belum memiliki UU Hukum Waris, jadi para hakim pun terpaksa merujuk pada KHI yang sesungguhnya belum jelas kedudukan hukumnya dalam perundang-undangan Indonesia. Istilahnya, kalau boleh dibilang, itu peraturan darurat yang entah sampai kapan dibiarkan demikian.

Urgensi pembuatan UU Hukum Waris akan lebih mendesak lagi, kalau kita menyadari bahwa, di antara isi KHI, hanya hukum waris satu-satunya yang belum dijadikan Undang-Undang. KHI memuat tiga peraturan, yaitu mengenai hukum Perkawinan, Wakaf dan Waris. Nah, kita sudah memiliki UU Perkawinan dan UU Wakaf. Pertanyaan kita, mengapa UU Waris belum juga dibuat. Apakah persoalan waris dianggap sepele? Coba Anda tengok ke Pengadilan Agama, Anda akan melihat betapa banyak perkara waris disidangkan di situ. Alasannya ya itu tadi, kita semua akan mati, persis seperti halnya kita semua perlu kawin.

Untuk itu, tak salah kalau kita masing-masing mendorong dengan segenap kekuatan kita, agar pihak DPR maupun Pemerintah mengambil inisiatif untuk membuat UU Hukum Waris. Saya kita Anda semua sepakat dengan saya.

Wallahu a'lam.

Posted via email from ahmadie thaha

Share:

Tidak ada komentar: