Lima Tingkat Kehidupan

Dalam al-Maktubat, kitab karyanya, Imam Badiuzzaman Said Nursi membagi kehidupan ke dalam lima tingkatan. Penjelasan ini diberikannya saat dia menjawab pertanyaan, apakah Nabi Khidir a.s masih hidup? Secara spontan, Said Nursi menjawab bahwa Nabi Khidhir a.s masih hidup, dan dia berada di tingkat kedua dari kehidupan.

Untuk menguatkan argumentasinya, Said Nursi membagi kehidupan ke dalam lima tingkatan, dan Nabi Khidir bersama Nabi Ilyas a.s berada di tingkatan kedua, yakni kehidupan yang bebas hingga batas tertentu. Kondisi kehidupan yang demikian inilah, katanya, yang menyebabkan sebagian ulama meragukan Nabi Khidhir masih hidup. Untuk jelasnya, saya kutipkan pendapat Said Nursi tersebut selengkapnya dari bagian-bagian awal al-Maktubat.

Tingkat Kehidupan Pertama adalah kehidupan kita ini, yang terikat oleh banyak ikatan.

Tingkat Kehidupan Kedua adalah kehidupan Nabi Khidhir dan Nabi Ilyas a.s, yang bebas hingga batas tertentu. Yakni, Nabi Khidhir dan Ilyas bisa saja berada di sejumlah tempat berbeda pada saat bersamaan. Keduanya tidak selamanya terikat oleh berbagai kebutuhan pokok manusia seperti kita. Mereka kadang makan dan minum seperti kita ketika mereka mau, namun mereka tidak harus demikian seperti halnya kita.

Peristiwa-peristiwa yang dialami para wali yang merupakan ahli syuhud dan mukasyafah, serta laporan petualangan mereka dengan Khidir, sudah diakui kebenarannya (mutawatir). Peristiwa-peristiwa itu menjelaskan, sekaligus membuktikan, tingkat kehidupan ini. Bahkan, sampai-sampai salah satu maqam kewalian diberi nama maqam Khidhir. Siapa pun wali yang mencapai tingkatan ini akan bertemu Nabi Khidhir, menimba ilmu dan pelajaran darinya. Hanya saja kadang terbayang secara keliru bahwa si pemilik maqam ini adalah Nabi Khidhir a.s itu sendiri.

Tingkat Kehidupan Ketiga adalah tingkat kehidupan Nabi Idris dan Isa a.s yang, terlepas dari berbagai kebutuhan manusia, meningkat masuk ke tingkat kehidupan malaikat dan memiliki suatu kehalusan (lathafah) yang bercahaya. Nabi Idris dan Isa masing-masing berada di langit dengan jasad duniawi, yang memiliki raga halus dari Dunia Perumpamaan, dan memiliki cahaya dari benda-benda seperti bintang.

Adapun rahasia hadits yang menjelaskan bahwa, “Pada akhir zaman, Nabi Isa a.s akan turun dan akan bertindak sesuai syariat Muhammad S.a.w,” menunjukkan bahwa pada akhir zaman agama Kristen akan dibersihkan dan membebaskan dirinya dari segala bentuk khurafat di hadapan arus kekafiran dan atheisme yang lahir dari filsafat naturalisme. Di tengah transformasinya ke dalam Islam, sosok maknawi ke-Isa-an (Isawiyah) akan membunuh sosok maknawi atheisme dan pengingkaran yang mengkhawatirkan itu, dengan pedang wahyu dari langit. Demikian pula, Nabi Isa pun akan berperan sebagai sosok maknawi ke-Isa-an, dan akan membunuh Dajjal yang merepresentasikan sosok maknawi kekafiran dan atheisme. Yakni, Isa akan membunuh pemikiran atheistik.

Tingkat Kehidupan Keempat adalah tingkat kehidupan para syuhada. Sebagaimana dipastikan menurut nash al-Qur'an, para syuhada memiliki tingkat kehidupan yang lebih tinggi dan lebih luhur dari kehidupan para ahli kubur. Ya, mengingat para syuhada rela mengorbankan kehidupan duniawi mereka di jalan kebenaran (al-haq), dalam kemuliaan-Nya yang sempurna, maka Allah Ta’ala melimpahkan kepada mereka di Alam Barzakh suatu kehidupan yang menyerupai kehidupan duniawi, tapi tanpa duka, kesedihan, atau kesulitan. Mereka tidak mengetahui bahwa mereka sudah meninggal dunia. Mereka hanya mengetahui bahwa mereka sudah berpindah ke alam yang lebih baik dan lebih mulia, sehingga mereka menikmati kebahagiaan yang sempurna, dan tidak merasakan derita perpisahan yang terdapat dalam kematian.

Betul. Meskipun ruh pada penghuni kubur kekal abadi, namun mereka mengetahui bahwa mereka sudah mati, dan mereka tidak merasakan nikmatnya kebahagiaan sampai ke tingkat yang dirasakan para syuhada. Misalkan terdapat dua orang yang, di alam mimpi, memasuki sebuah istana menawan bak surga. Salah satunya mengetahui bahwa ia berada di alam mimpi, sehingga kenikmatan dan kesenangan yang dinikmati dan dirasakannya sangat terbatas, karena ia berfikir, begitu bangun, kenikmatan itu akan lenyap. Sementara yang satunya lagi tidak mengetahui bahwa ia berada di alam mimpi, sehingga ia meraih kebahagiaan hakiki bersamaan dengan kenikmatan hakiki. Seperti itulah tingkat perbedaan antara para mayit biasa dan para syuhada, yang sama-sama berada di alam barzakh, dalam memperoleh manfaat dari kehidupan alam barzakh.

Capaian para syuhada terhadap kehidupan jenis ini dan keyakinan mereka bahwa mereka masih hidup sudah terbukti secara pasti melalui kejadian-kejadian nyata dan kisah-kisah yang tak terhitung banyaknya. Bahkan, tingkat kehidupan ini telah diterangi dan ditegaskan melalui tidak sedikit kejadian dan peristiwa seperti Hamzah r.a, pemimpin para syuhada, yang berkali-kali menjaga orang yang berlindung kepadanya, menuntaskan berbagai keperluan duniawi mereka, membimbing orang lain untuk menyelesaikan berbagai keperluan mereka, serta memberikan pertolongan kepada mereka.

Saya mempunyai keponakan bernama Ubaid. Dia murid saya, yang tewas di dekat saya, menggantikan saya, dan gugur sebagai syahid. Lalu, saat saya menjadi tawanan perang di tempat sejauh perjalanan tiga bulan, dalam sebuah mimpi nyata saya masuk ke dalam kuburannya yang mirip sebuah rumah bawah tanah, meskipun saya tidak mengetahui di mana dia dimakamkan. Saya melihatnya berada dalam tingkat kehidupan para syuhada. Dia mengira saya sudah mati, dan mengatakan bahwa dia sering menangisi saya. Dia percaya dirinya masih hidup, namun karena ketakutannya terhadap invasi Rusia dia membangun sebuah rumah indah di bawah tanah. Maka, melalui sejumlah indikasi, mimpi tak penting ini memberi saya kepuasan –hingga tingkatan syuhud- untuk meyakini hakikat tersebut.

Tingkat Kehidupan Kelima, kehidupan ruhani para penghuni kubur. Ya, kematian adalah pergantian tempat, pelepasan ruh, pembebasan dari segala tugas, dan bukan peniadaan, ketiadaan, atau kefanaan. Sejumlah bukti seperti peristiwa-peristiwa yang tak terhingga banyaknya berupa penampakan ruh para wali bagi ahli mukasyafah, hubungan para penghuni kubur dengan kita baik dalam keadaan terjaga maupun tidur, serta pemberitahuan-pemberitahuan mereka pada kita tentang hal-hal yang sesuai dengan kenyataan, semua ini menerangi dan menegaskan keberadaan tingkat kehidupan ini. “Kalimat ke-29” tentang keabadian ruh manusia secara khusus menegaskan tingkat kehidupan ini dengan bukti-bukti yang tak terbantahkan.


Share:

Tidak ada komentar: